ceritapanas ngentot wanita setengah baya selingkuhanku, cerita mesum setengah baya mauku ajak bercinta, cerita seks paruh baya cerita seks dewasa cerita ngentot, ngentot wanita paruh baya telanjang 3gp arena cerita dewasa, cerita sex setengah baya dengan ibu ibu montok dewasa177, tante paruh baya memek dan pantatnya mulus ceritabokepindonesia – Kisah Sek Sedarah Mesum Dengan Setengah Baya Ceritaku saat pertama kali mengenal sex dan berhubungan dengan wanita, kebetulan wanita tersebut berusia jauh lebih tua dari usiaku bahkan dari usia ibuku. Karena pengalaman pertama kali mendapat kenikmatan hubungan seksual dengan wanita berumur telah membentuk aku menjadi laki-laki yang oedipus complex atau menyukai wanita yang berusia jauh diatas aku. Kisah selengkapnya berikut ini…. Saat itu aku berusia sekitar 14-15 tahun dan duduk di bangku smp di akhir dekade 80’an ah jadi ketauan kalau aku sekarang udah tuir, o iya perkenalkan namaku anto samaran tinggal di komplek perumahan di pinggiran jakarta. Aku adalah anak tunggal, sedangkan kedua orang tuaku bekerja di jakarta. Sehari-hari aku ditemani tukang cuci atau pembantu yang pulang hari bernama mak acah berperawakan tinggi semampai sepasang buah dadanya pun besar dan terlihat masih montok. Kisah Sek Sedarah Kutaksir usianya sekitar 59-60an, seorang janda yang memiliki satu orang anak perempuan bernama mpok marni yang juga sudah memiliki anak perempuan yang usianya dua tahun diatas aku dari perkawinannya dengan bang uci sopir bajaj di tenabang. Berawal dari kebiasaan menonton film porno sepulang di rumah sahabatku panji membuat aku seringkali menuntaskan dengan beronani sesampainya dirumah. Siang itu sepulang sekolah dan menonton film porno aku tergesa-gesa pulang ke rumah dengan maksud hendak segera menuntaskan hasrat seksualku dengan onani. Kudapati mak acah sedang mencuci baju kami di kamar mandi kebetulan kami hanya memiliki satu kamar mandi. Aku merasa tidak sabar jika harus menunggu mak acah selesai mencuci, maka aku pura-pura mau buang air supaya mak acah keluar dahulu dari kamar mandi. Akupun segera menuntaskan hasratku dengan onani sambil melihat kartu remi bergambar wanita telanjang, setelah hajatku tuntas mak acah kembali masuk ke kamar mandi untuk menyelesaikan mencuci baju. Aku sedang mendengarkan radio saat mak acah masuk ke kamarku lalu duduk di tempat tidurku sambil berkata Ma“anto kamu tadi ngocok di kamar mandi ya ?”. Aku kaget dan malu mendapat petanyaan yang tiba-tiba seperti itu. Aku ..eng.. Iya mak, kok emak tau ? Sambil mukaku merah karena malu. Ma iya orang pejuh kamu tadi masih licin di kamar mandi. Mak perahatiin kamu kalau pulang sekolah mesti neloco, ngga bagus tau…. Bisa ngerusk mata kamu. Aku masa sih mak ? Penuh rasa ingin tahu dan ketakutan. Ma ngeloco itu ngeluarin pejuh yang dipaksa’in, pas kamu keluar pasti kamu merem. Itu yang bikin nanti mata kamu rusak. ..waduh bener juga nih dalam hati, padahal itu cuma tipu2 dia aja…. Aku masa sih mak ? Ma masa, masa, kalo dibilangin dengan logat betawi kentalnya, kalo mau ngeluarin pejuh entu kudu bari megang atawa ngeliat punyanya perempuan to…., Sini emak ajarin kamu…. Sambil nyuruh aku duduk di tempat tidur. Aku hanya pasrah karena malu, takut dan rasa ingin tahu campur aduk jadi satu. Setelah aku duduk dan membuka celana pendek biruku, mak acah menyodorkan teteknya yang besar kemukaku sambil tangannya mengelus-ngelus si otong. Ma ..pegang…., Terus isep tetek emak, nih pegang juga memek emak ya. Akupun menuruti perintahnya dengan hati girang karena baru kali itu melihat dan meraba langsung organ intim wanita. Dalam hitungan detik si otong yang belum lama baru lemes sudah tegang lagi saking senengnya. “Iyaa… maenin pentil emak pake lidah kamu, terus colok-colok memek emak…” katanya. Sekitar 3 menit memainkan memek dan teteknya, mak acah menyuruh aku tiduran. Ma kamu tiduran deh punya kamu udah keras banget, emak ajarin cara yang bener ngeluarin pejuhnya.. Akupun menuruti saja apa yang diperintahkannya sambil tidak lama mak acah menduduki kemaluan dengan terlebih dahulu memasukan kemaluan remajaku yang tidak seberapa besar maklum, saat itu aku masih abg. Rasanya nikmat bagai di awang-awang, jauh lebih licin dan hangat ketimbang kalau aku onani dengan menggunakan sabun. Sekitar sepuluh kali mak acah naik turun diatas kontolku, kontolkupun muntah. Maklum saja ini adalah pengalaman pertamaku. Mak acah segera mengelap kontolku dari sisa lendir sperma yang bercampur cairan kemauannya dengan celana dalam yang rupanya sudah sedari tadi dikantungi di saku daster lusuhnya. “Enak kan ?” Ujarnya. “Iya mak”, jawabku. Besok-besok lagi kalau kamu pengen mending ngomong aja sama emak, biar emak bantuin ya… aku pun mengangguk sambil bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dari lendir yang masih terasa lengket di sekitar kemaluannku. Beres menuntaskan hasrat, aku tertidur karena lemas akibat dua kali mengeluarkan sperma dalam waktu tidak lebih dari setengah jam. Ada perasaan lega, puas dan penyesalan yang amat sangat karena aku sadar telah melakukan perbuatan tersebut. Mak acah melanjutkan membereskan rumah dan memasak untuk makan malam keluarga kami. Esoknya, sepulang sekolah sengaja aku tidak mampir untuk menonton film porno di rumah panji. Pikirku aku tidak mau mengulangi pebuatan dosa yang teramat besar seperti hari kemarinnya. Di rumah aku melihat mak acah sedang memcuci baju, sedangkan aku segera tidur setelah sebelumya makan dan mengganti baju putihku dengan kaus. Hari ini tidak terjadi apa-apa, syukurlah dalam hatiku. Hari berikutnya kebetulan hari jum’at, aku tidak dapat menghilangkan keinginank untuk bisa berhubungan kembali dengan mak acah. Kisah Sek Sedarah Di sekolahpun sulit sekali aku berkonsentrasi dari membayangkan tetek besar mak acah dan memek tuanya yang rimbun. Aku berniat ingin segera tiba di rumah. Segera setelah jam belajar berakhir aku pulang dan kudapati rumahku masih terkunci. Memang biasanya mak acah datang ke rumahku sekitar pukul satu siang. Aku urung masuk tapi berbalik ke rumah mak acah yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari kediamanku dengan alasan pinjam kunci, aku bilang kunciku lupa tertinggal di dalam rumah. Setelah aku bicara setengah berbisik rupanya mak acah mengerti kalau aku sedang kebelet ingin berhubungan badan, sambil memberikan kunci rumah yang biasa dipegangnya. Dia bilang “ ya udah nih kucinya emak juga sebentar lagi ke sono, nyelesein goreng kerupuk dulu ya…”. Aku menanti dengan gelisah kedatangan mak acah. Tak lama berselang mak acahpun datang sambil tak lupa menguci pintu depan rumah kami. “Udah ngebet ya to ?” Tanyanya, aku mengiyakan sambil menarik mak acah ke dalam kamar. Hari ini penampilan mak acah tidak seperti biasanya, ada harum deodoran murahan di tubuhnya. Setelah aku periksa, bh dan celana dalamnyapun tidak lagi lusuh dan dekil seperti kemarin. Akupun semakin terangsang untuk segera membuka bh dan menyusu di teteknya yang besar. Kisah Sek Sedarah “Sekarang jangan keburu-buru kaya kemaren to” ujarnya. Aku mengangguk sekedar mengiyakan sambil tanganku sibuk ngobel-ngobel memeknya yang masih terbungkus cd. “Hari ini emak mau ngajarin yang laen, kontol kamu pernah diisep ngga?” Tanya mak acah. “Kayak di filem be-ef ya mak ?” Kataku balik bertanya. Mak acah tidak menjawab, namun tangannya sibuk membuka baju seragamku hingga aku bugil. Sesaat kemudian kurasakan kontolku yang memang sudah ngaceng sedari tadi dihisap dan dikulum oleh bibirnya. Sensasinya jauh lebih nikmat ketimbang hari kemarin, aku hanya dapat mematung merasakan permainan lidah dan bibirnya yang menghisap kemaluanku. Tak berapa lama spermaku keluar diiringi desahan nikmat dari bibirku. Mak acah dengan telaten terus menghisap dan menjilat helm nazi si otong. Air maniku memenuhi rongga mulutnya, sebagian mungkin tertelan dan sebagian lagi dilapnya dengan seragam putihku yang berserakan di lantai. Akupun terduduk puas dan lemas tak terkirakan. “Tuh kan, kamu buru-buru banget” ujarnya. “Udah kebelet mak” jawabku sekenanya. Kisah Sek Sedarah “Ya udah kamu ganti baju terus makan, emak mau ngerendemin baju kotor. Entar kalau kamu udah kepingin lagi baru kita ngewe pungkasnya”. Selesai makan dan istirahat sejenak di kamar rupanya si otong udah kepingin lagi, kupanggil si emak yang saat itu sedang menyapu teras depan. “Mak sini mak, udah kepingin lagi nih…ucapku, “ah cucu emak, emang kamu ngga jum’atan ?” Tanyanya. Aku menggeleng sambil menarik si emak untuk direbahkan diatas tempat tidur. “Jangan-buru-buru to… emak juga kudu dipuasin” ujarnya. Aku “dipuasin bagemana mak ?” Ma “…nih emak ajarin…” sambil meloloskan celana dalamnya dalam posisi terlentang diatas tempat tidurku. Ma “emak tadi udah jilatinpunya kamu, sekarang giliran kamu jilatin memek emak ya…” berbekal pengalaman menonton bf dan arah si emak aku menuruti perintahnya. Mula-mula cuma kupegang dan kucolok saja memek mak acah, namun mak acah memintaku untuk menjilati tonjolan daging kecl dan jengger ayam disekililng memeknya. Aku menurut, ada bau khas yang baru kali ini aku rasakan bercampur dengan wangi sabun mandi rupanya si emak sudah mencuci bersih terlebih dahulu memeknya. Lama-lama aku terbiasa dengan aroma yang kucium dan terasa memek si emak makin basah oleh ludahku bercampur cairan kental khas organ intim wanita. Aku hanya mengikuti apa yang diperintahkan si emak dengan diselingi desahan mesumnya. Kurang lebih lima menit tubuh si emak mengejang sambil tengannya mendekap kepalaku agar tetap menempel di memeknya. Rupanya si emak sudah orgasme, saat itu aku belum mengerti. Kisah Sek Sedarah Sejurus kemudian emak meraih kontolku yang sudah mulai mengeras kembali. Dengan telaten dia menciumi dan mengulum kontolku hingga betul-betul terasa keras. Setelah dirasa tegang, emak mengarahkan kontolku kememeknya sambil memerintahkan aku untuk bergerak maju mudur. Nikmatnya benar-benar sensasional walau terasa betul kalau memek si emak becek oleh lendir sisa dia orgasme. Kali ini permainanku cukup lama hingga cukup memuaskan si emak dengan kembali orgasme berbarengan dengan mucratnya lahar panas dari kontolku. Kami menyudahi permainan ini dengan sama-sama puas, akupun tertidur setelah memakai pakaian dan mencuci kontol sebelumnya. Sekitar pukul setengah empat aku dibangunkan oleh emak yang sudah selesai mengerjakan pekerjaan dirumahku, “mau ngewe lagi ngga nto ?” Emak bertanya kepadaku. Aku mengiyakan dan memulai pelajaran ngewe gaya dogy. Emak tidak mencapai orgasme, maklum aku masih cupu sehingga tidak bisa menahan nafsu. Kata emak “ngga apa-apa, nanti juga lama-lama aku pintar pungkasnya”. Emakpun pulang dan aku mandi dengan penuh kepuasan. Sejak saat itu kami rutin melakukan hubungan intim. Kisah Sek Sedarah Setidaknya seminggu empat kali kami melakukannya, kebetulan emak sudah menopause sehingga jadwal kami tidak pernah terganggu. Tamat
SeksDengan Istri Orang Setengah Baya Kisah ini merupakan pengalaman pertamaku bermain cinta dengan wanita selain istri, peritstiwa itu sendiri terjadi kira-kira 3 bulan yang lalu disuatu daerah di Jawa Tengah, diawali dari adanya tugas kantor yang mengharuskan aku untuk melakukan suatu training untuk beberapa cabang di daerah.

Hai, nama saya Andi. Ini kisah saya liburan ke ke rumah ortu saya di suatu kabupaten yang terletak di lereng pegunungan karena lagi libur pergantian semester di universitas saya. Tetapi pembantu saya yang biasanya saya jadikan pelampiasan nafsu saya, Paini baca “Paini, Pembantu Pemuas Nafsu” dan “Nikmatnya Tidur Dengan Pembantu dan Baby Sitter“ sedang pulang kedesanya karena mbahnya sakit. Tapi jangan khawatir para pembaca, karena kali ini saya tidur dengan seorang penjual jamu keliling gendongan. Pada saat itu saya sedang duduk-duduk di teras sambil menghirup udara segar tidak seperti di bandung yang sekarang sudah mulai tercemar polusi. kemudian setelah berselang beberapa menit, kemudian ada seorang wanita menggunakan capil topi bambu berbentuk kerucut yang biasanya dipakai petani dan menggendong sebuat bakul yang berisi botol-botol bekas syrup. Mukanya tidak kelihatan karena ditutupi capil coklatnya tapi terlihat dari tanganya kalau dia berkulit putih. mungkin karena saya lama memerhatikanya dia kemudian dia masuk dari pagar yang terbuka dan masuk keteras. Baca lebih lanjut → Sudah hampir setahun Zaki tinggal di tempat kost bu Lily. Bisa tinggal di tempat kost ini awalnya secara tidak sengaja ketemu bu Lily di pasar. Waktu itu bu Lily kecopetan, trus teriak dan kebetulan Zaki yang ikut menolong menangkap copet dan mengembalikan dompet bu Lily. Trus ngobrol sebentar, kebetulan Zaki lagi cari tempat kost yang baru dan bu Lily mengatakan dia punya tempat kost atau bisa di bilang rumah bedengan yang dikontrakkan, yah jadi deh tinggal di kost-an bu Lily. Bu Lily lumayan baik terhadap Zaki, kelewat baik malah, karena sampai saat ini Zaki sudah telat bayar kontrak rumah 3 bulan, dan bu Lily masih adem-adem aja. Mungkin masih teringat pertolongan waktu itu. Tapi justru Zaki yang gak enak, tapi mau gimana, lha emang duit lagi seret. akhirnya Zaki lebih banyak menghindar untuk ketemu langsung dengan bu Lily. Baca lebih lanjut →

jpghosted at Fot Kumpulan Cerita Sex Panas, Cerita Dewasa Janda, Cerita Hot ABG Mesum, Cerita Ngentot Memek Tante Terbaru Memang sebagai dukun ilmu hitam, Mbah Dudu harus mensenggamai pasiennya, Din, setelah 2 orang ibu-anak itu, aku mau istirahat Cerita Sex Dukun Menikmati Tubuh Wanita Setengah Baya - Din, setelah 2 orang ibu-anak itu

Cerita ini adalah dramatisasi dari kisah nyata, dan merupakan satu dari beberapa cerita lepas dengan tokoh utama yang sama. Antara satu dan lainnya tidak harus dibaca berurutan. Ini cerita yang pertama. Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Sebetulnya aku sudah menikah, bahkan rasanya istriku tahu akan hobiku mencari daun-daun muda untuk “obat awet muda”. Dan memang pekerjaanku menunjang untuk itu, baik dari segi koneksi maupun dari segi finansial. Namun semenjak istriku tahu aku memiliki banyak sekali simpanan, suatu hari ia meninggalkanku tanpa pamit. Biarlah, malah aku bisa lebih bebas menyalurkan hasrat. Karena pembantu yang lama keluar untuk kawin di desanya, aku terpaksa mencari penggantinya di agen. Bukan saja karena berbagai pekerjaan rumah terbengkalai, juga rasanya kehilangan “obat stress”. Salah seorang calon yang menarik perhatianku bernama Ningsih, baru berusia hampir 16 tahun, berwajah cukup manis, dengan lesung pipit. Matanya sedikit sayu dan bibirnya kecil seksi. Seandainya kulitnya tidak sawo matang meskipun bersih dan mulus juga, dia sudah mirip-mirip artis sinetron. Meskipun mungil, bodinya padat, dan yang terpenting, dari sikapnya aku yakin pengalaman gadis itu tidak sepolos wajahnya. Tanpa banyak tanya, langsung dia kuterima. Dan setelah beberapa hari, terbukti Ningsih memang cukup cekatan mengurus rumah. Namun beberapa kali pula aku memergokinya sedang sibuk di dapur dengan mengenakan kaos ketat dan rok yang sangat mini. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, aku mendekat dari belakang dan kucubit paha gadis itu. Ningsih terpekik kaget, namun setelah sadar majikannya yang berdiri di belakangnya, ia hanya merengut manja. Sore ini sepulang kerja aku kembali dibuat melotot disuguhi pemandangan yang menegangkan’ saat Ningsih yang hanya berdaster tipis menungging sedang mengepel lantai, pantatnya yang montok bergoyang kiri-kanan. Tampak garis celana dalamnya membayang di balik dasternya. Tidak tahan membiarkan pantat seseksi itu, kutepuk pantat Ningsih keras-keras. “Ngepel atau nyanyi dangdut sih? Goyangnya kok merangsang sekali!” Ningsih terkikik geli mendengar komentarku, dan kembali meneruskan pekerjaannya. Dengan sengaja pantatnya malah digoyang semakin keras. Geli melihat tingkah Ningsih, kupegang pantat gadis itu kuat-kuat untuk menahan goyangannya. Saat Ningsih tertawa cekikikan, jempolku sengaja mengelus selangkangan gadis itu, menghentikan tawanya. Karena diam saja, perlahan kuelus paha Ningsih ke atas, menyingkapkan ujung dasternya.”Eh.. Ndoro.. jangan..!” cegah Ningsih lirih. “Nggak pa-pa, nggak usah takut, Nduk..!” “Jangan, Ndoro.. malu.. jangan sekarang..!” Dengan tergesa Ningsih bangkit membereskan ember dan kain pel, lalu bergegas menuju ke dapur. Malam harinya lewat intercom aku memanggil Ningsih untuk memijat punggungku yang pegal. Seharian penuh bersidang memang membutuhkan stamina yang prima. Agar tenagaku pulih untuk keperluan besok, tidak ada salahnya memberi pengalaman pada orang baru. Gadis itu muncul masih dengan daster merah tipisnya sambil membawa minyak gosok. Ningsih duduk di atas ranjang di sebelah tubuhku. Sementara jemari lentik Ningsih memijati punggung, kutanya, “Nduk, kamu sudah punya pacar belum..?” “Disini belum Ndoro..” jawab gadis itu. “Disini belum..? Berarti di luar sini sudah..?” Sambil tertawa malu-malu gadis itu menjawab lagi, “Dulu di desa saya pernah, tapi sudah saya putus.” “Lho, kenapa..?” “Habis mau enaknya saja dia.” “Mau enaknya saja gimana..?” kejarku. “Eh.. itu, ya.. maunya ngajak gituan terus, tapi kalau diajak kawin nggak mau.” Aku membalikkan badan agar dadaku juga turut dipijat. “Gituan gimana? Memangnya kamu nggak suka..?” Wajah Ningsih memerah, “Ya.. itu.. ngajak kelonan.. tidur telanjang bareng..” “Kamu mau aja..?” “Ih, enggak! Kalau cuma disuruh ngemut burungnya saja sih nggak pa-pa. Mau sampai selesai juga boleh. Tapi yang lain Ningsih nggak mau..!” Aku tertawa, “Lha apa nggak belepotan..?” “Ah, enggak. Yang penting Ningsih juga puas tapi tetep perawan.” Aku semakin terbahak, “Kalau kamu juga puas, terus kenapa diputus..?” “Abis lama-lama Ningsih kesel! Ningsih kalau diajak macem-macem mau, tapi dia diajak kawin malah main mata sama cewek lain! Untung Ningsih cuma kasih emut aja, jadi sampai sekarang Ningsih masih perawan.” “Main emut terus gitu apa kamu nggak pengin nyoba yang beneran..?” godaku. Wajah Ningsih kembali memerah, “Eh.. katanya sakit ya Ndoro..? Terus bisa hamil..?” Kini Ningsih berlutut mengangkangi tubuhku sambil menggosokkan minyak ke perutku. Saat gadis itu sedikit membungkuk, dari balik dasternya yang longgar tampak belahan buah dadanya yang montok alami tanpa penopang apapun. Sambil tanganku mengelus-elus kedua paha Ningsih yang terkangkang, aku menggoda, “Kalau sama Ndoro, Ningsih ngasih yang beneran atau cuma diemut..?” Pipi Ningsih kini merah padam, “Mmm.. memangnya Ndoro mau sama Ningsih? Ningsih kan cuma pembantu? Cuma pelayan?” “Nah ini namanya juga melayani. Iya nggak?” Ningsih hanya tersenyum malu. “Aaah! Itu kan cuma jabatan. Yang penting kan orangnya..!” “Ehm.., kalau hamil gimana..?” “Jangan takut Nduk, kalau cuma sekali nggak bakalan hamil. Nanti Ndoro yang tanggung jawab..” Meskipun sedikit ragu dan malu, Ningsih menuruti dan menanggalkan dasternya. Sambil meletakkan pantatnya di atas pahaku, gadis itu dengan tersipu menyilangkan tangannya untuk menutupi kemontokan kedua payudaranya. Untuk beberapa saat aku memuaskan mata memandangi tubuh montok yang nyaris telanjang, sementara Ningsih dengan jengah membuang wajah. Dengan tidak sabaran kutarik pinggang Ningsih yang meliuk mulus agar ia berbaring di sisiku. Seumur hidup mungkin baru sekali ini Ningsih merasakan berbaring di atas kasur seempuk ini. Langsung saja kusergap gadis itu, kuciumi bibirnya yang tersenyum malu, pipinya yang lesung pipit, menggerayangi sekujur tubuhnya dan meremas-remas kedua payudaranya yang kenyal menggiurkan. Puting susunya yang kemerahan terasa keras mengacung. Kedua payudara gadis itu tidak terlalu besar, namun montok pas segenggaman tangan. Dan kedua bukit itu berdiri tegak menantang, tidak menggantung. Gadis desa ini memang sedang ranum-ranumnya, siap untuk dipetik dan dinikmati. “Mmmhh.. Oh! Ahh! Oh.. Ndoroo.. eh.. mm.. burungnya.. mau Ningsih emut dulu nggak..?” tanya gadis itu diantara nafasnya yang terengah-engah. “Lepas dulu celana dalam kamu Nduk, baru kamu boleh emut.” Tersipu Ningsih bangkit, lalu memelorotkan celana dalamnya hingga kini gadis itu telanjang bulat. Perlahan Ningsih berlutut di sisiku, meraih kejantananku dan mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Sambil menyibakkan rambutnya, gadis itu sedikit terbelalak melihat besarnya kejantananku. Mungkin ia membayangkan bagaimana benda berotot sebesar itu dapat masuk di tubuhnya. Aku segera merasakan sensasi yang luar biasa ketika Ningsih mulai mengulum kejantananku, memainkan lidahnya dan menghisap dengan mulut mungilnya sampai pipinya kempot’. Gadis ini ternyata pintar membuat kejantananku cepat gagah. “Ehm.. srrp.. mm.. crup! Ahmm.. mm.. mmh..! Nggolo ndoro..! Hangang keyas-keyasjangan keras-keras..! Srrp..!” Gadis itu tergeliat dan memprotes ketika aku meraih payudaranya yang montok dan meremasinya. Namun aku tak perduli, bahkan tangan kananku kini mengelus belahan pantat Ningsih yang bulat penuh, terus turun sampai ke bibir kemaluannya yang masih jarang-jarang rambutnya. Maklum, masih perawan. Gadis itu tergelinjang tanpa berani bersuara ketika jemariku menyibakkan bibir kemaluannya dan menelusup dalam kemaluannya yang masih perawan. Merasa kejantananku sudah cukup gagah, kusuruh Ningsih mengambil pisau cukur di atas meja, lalu kembali ke atas ranjang. Tersipu-sipu gadis perawan itu mengambil bantal berusaha untuk menutupi ketelanjangannya. Malu-malu gadis itu menuruti perintah majikannya berbaring telentang menekuk lutut dan merenggangkan pahanya, mempertontonkan rambut kemaluannya yang hanya sedikit. Tanpa menggunakan foam, langsung kucukur habis rambut di selangkangan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang karena perih tanpa berani menolak. Kini bibir kemaluan Ningsih mulus kemerah-merahan seperti kemaluan seorang gadis yang belum cukup umur, namun dengan payudara yang kencang. Dengan sigap aku menindih tubuh montok menggiurkan yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun itu. Tersipu-sipu Ningsih membuang wajah dan menutupi payudaranya dengan telapak tangan. Namun segera kutarik kedua tangan Ningsih ke atas kepalanya, lalu menyibakkan paha gadis itu yang sudah mengangkang. Pasrah Ningsih memejamkan mata menantikan saatnya mempersembahkan keperawanannya. Gadis itu menahan nafas dan menggigit bibir saat jemariku mempermainkan bibir kemaluannya yang basah terangsang. Perlahan kedua paha mulus Ningsih terkangkang semakin lebar. Aku menyapukan ujung kejantananku pada bibir kemaluan gadis itu, membuat nafasnya semakin memburu. Perlahan tapi pasti, kejantananku menerobos masuk ke dalam kehangatan tubuh perawan Ningsih. Ketika selaput dara gadis manis itu sedikit menghalangi, dengan perkasa kudorong terus, sampai ujung kejantananku menyodok dasar liang kemaluan Ningsih. Ternyata kemaluan gadis ini kecil dan sangat dangkal. Kejantananku hanya dapat masuk seluruhnya dalam kehangatan keperawanannya bila didorong cukup kuat sampai menekan dasar kemaluannya. Itu pun segera terdesak keluar lagi. Ningsih terpekik sambil tergeliat merasakan pedih menyengat di selangkangannya saat kurenggutkan keperawanan yang selama ini telah dijaganya baik-baik. Tapi gadis itu hanya berani meremas-remas bantal di kepalanya sambil menggigit bibir menahan sakit. Air mata gadis itu tak terasa menitik dari sudut mata, mengaburkan pandangannya. Ningsih merintih kesakitan ketika aku mulai bergerak menikmati kehangatan kemaluannya yang serasa megap-megap’ dijejali benda sebesar itu. Namun rasa sakit dan pedih di selangkangannya perlahan tertutup oleh sensasi geli-geli nikmat yang luar biasa. Tiap kali kejantananku menekan dasar kemaluannya, gadis itu tergelinjang oleh ngilu bercampur nikmat yang belum pernah dirasakannya. Kejantananku bagai diremas-remas dalam liang kemaluan Ningsih yang begitu peret’ dan legit. Dengan perkasa kudorong kejantananku sampai masuk seluruhnya dalam selangkangan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang-gelinjang sambil merintih nikmat tiap kali dasar kemaluannya disodok. “Ahh.. Ndoro..! Aa.. ah..! Aaa.. ahk..! Oooh..! Ndoroo.. Ningsih pengen.. pih.. pipiis..! Aaa.. aahh..!” Sensasi nikmat luar biasa membuat Ningsih dengan cepat terorgasme. “Tahan Nduk! Kamu nggak boleh pipis dulu..! Tunggu Ndoro pipisin kamu, baru kamu boleh pipis..!” Dengan patuh Ningsih mengencangkan otot selangkangannya sekuat tenaga berusaha menahan pipis, kepalanya menggeleng-geleng dengan mata terpejam, membuat rambutnya berantakan, namun beberapa saat kemudian.. “Nggak tahan Ndoroo..! Ngh..! Ngh..! Nggh! Aaaii.. iik..! Aaa.. aahk..!” Tanpa dapat ditahan-tahan, Ningsih tergelinjang-gelinjang di bawah tindihanku sambil memekik dengan nafas tersengal-sengal. Payudaranya yang bulat dan kenyal berguncang menekan dadaku saat gadis itu memeluk erat tubuh majikannya, dan kemaluannya yang begitu rapat bergerak mencucup-cucup. Berpura-pura marah, aku menghentikan genjotannya dan menarik kejantananku keluar dari tubuh Ningsih. “Dibilang jangan pipis dulu kok bandel..! Awas kalau berani pipis lagi..!” Tampak kejantananku bersimbah cairan bening bercampur kemerahan, tanda gadis itu betul-betul masih perawan. Gadis itu mengira majikannya sudah selesai, memejamkan mata sambil tersenyum puas dan mengatur nafasnya yang senen-kamis’. Di pangkal paha gadis itu tampak juga darah perawan menitik dari bibir kemaluannya yang perlahan menutup. Aku menarik pinggang Ningsih ke atas, lalu mendorong sebuah bantal empuk ke bawah pantat Ningsih, membuat tubuh telanjang gadis itu agak melengkung karena pantatnya diganjal bantal. Tanpa basa-basi kembali kutindih tubuh montok Ningsih, dan kembali kutancapkan kejantananku dalam liang kemaluan gadis itu. Dengan posisi pantat terganjal, klentit Ningsih yang peka menjadi sedikit mendongak. Sehingga ketika aku kembali melanjutkan tusukanku, gadis itu tergelinjang dan terpekik merasakan sensasi yang bahkan lebih nikmat lagi dari yang barusan. “Mau terus apa brenti, Nduk..?” godaku. “Aii.. iih..! He.. eh..! Terus Ndoroo..! Enak..! Enak..! Aahh.. Aii.. iik..!” Tubuh Ningsih yang montok menggiurkan tergelinjang-gelinjang dengan nikmat dengan nafas tersengal-sengal diantara pekikan-pekikan manjanya. “Ooo.. ohh..! Ndoroo.., Ningsih pengen pipis.. lagii.. iih..!” “Yang ini ditahan dulu..! Tahan Nduk..!” “Aa.. aak..! Ampuu.. unnhh..! Ningsih nggak kuat.. Ndoroo..!” Seiring pekikan manjanya, tubuh gadis itu tergeliat-geliat di atas ranjang empuk. Pekikan manja Ningsih semakin keras setiap kali tubuh telanjangnya tergerinjal saat kusodok dasar liang kegadisannya, membuat kedua pahanya tersentak mengangkang semakin lebar, semakin mempermudah aku menikmati tubuh perawannya. Dengan gemas sekuat tenaga kuremas-remas kedua payudara Ningsih hingga tampak berbekas kemerah-merahan. Begitu kuatnya remasanku hingga cairan putih susu menitik keluar dari putingnya yang kecoklatan. “Ahhk..! Aaa.. aah! Aduu.. uhh! Sakit Ndoroo..! Ningsih mau pipiiss..!” Dengan maksud menggoda gadis itu, aku menghentikan sodokannya dan mencabut kejantanannya justru disaat Ningsih mulai orgasme. “Mau pipis Nduk..?” tanyaku pura-pura kesal. “Oohh.. Ndoroo.. terusin dong..! Cuma dikit, nggak pa-pa kok..!” rengek gadis itu manja. “Kamu itu nggak boleh pipis sebelum Ndoro pipisin kamu, tahu..?” aku terus berpura-pura marah. Tampak bibir kemaluan Ningsih yang gundul kini kemerah-merahan dan bergerak berdenyut. “Enggak! Enggak kok! Ningsih enggak berani Ndoro..!” Ningsih memeluk dan berusaha menarik tubuhku agar kembali menindih tubuhnya. Rasanya sebentarlagi gadis itu mau pipis untuk ketiga kalinya. “Kalau sampai pipis lagi, Ndoro bakal marah, lho Nduk..?” kuremas kedua buah dada montok Ningsih. “Engh.. Enggak. Nggak berani.” Wajah gadis itu berkerut menahan pipis. “Awas kalau berani..!” kukeraskan cengkeraman tangannya hingga payudara gadis itu seperti balon melotot dan cairan putih susu kembali menetes dari putingnya. “Ahk! Aah..! Nggak berani, Ndoro..!” Ningsih menggigit bibir menahan sakitnya remasan-remasanku yang bukannya dilepas malah semakin kuat dan cepat. Namun gadis itu segera merasakan ganjarannya saat kejantananku kembali menghajar kemaluannya. Tak ayal lagi, Ningsih kembali tergiur tanpa ampun begitu dasar liang kemaluannya ditekan kuat. “Ngh..! Ngh..! Ngghh..! Ahk.. Aaa.. aahh..! Ndoroo.. ampuu.. uun..!” Tubuh montok gadis itu tergerinjal seiring pekikan manjanya. Begitu cepatnya Ningsih mencapai puncak membuat aku semakin gemas menggeluti tubuh perawannya. Tanpa ampun kucengkeram kedua bukit montok yang berdiri menantang di hadapanku dan meremasinya dengan kuat, meninggalkan bekas kemerahan di kulit payudara Ningsih. Sementara genjotan demi genjotan kejantananku menyodok kemaluan gadis itu yang hangat mencucup-cucup menggiurkan, bagai memohon semburan puncak. Gadis itu sendiri sudah tak tahu lagi mana atas mana bawah, kenikmatan luar biasa tidak henti-hentinya memancar dari selangkangannya. Rasanya seperti ingin pipis tapi nikmat luar biasa membuat Ningsih tidak sadar memekik-mekik manja. Kedua pahanya yang sehari-hari biasanya disilangkan rapat-rapat, kini terkangkang lebar, sementara liang kemaluannya tanpa dapat ditahan-tahan berdenyut mencucup kejantananku yang begitu perkasa menggagahinya. Sekujur tubuh gadis itu basah bersimbah keringat. “Hih! Rasain! Dibilang jangan pipis! Mau ngelawan ya..!” Gemas kucengkeram kedua buah dada Ningsih erat-erat sambil menghentakkan kejantananku sejauh mungkin dalam kemaluan dangkal gadis itu. Ningsih tergelinjang-gelinjang tidak berdaya tiap kali dasar kemaluannya disodok. Pantat gadis itu yang terganjal bantal empuk berulangkali tersentak naik menahan nikmat. “Oooh.. Ndoroo..! Ahk..! Ampun..! Ampun Ndoroo..! Sudah..! Ampuu.. unn..!” Ningsih merintih memohon ampun tidak sanggup lagi merasakan kegiuran yang tidak kunjung reda. Begitu lama majikannya menggagahinya, seolah tidak akan pernah selesai. Tidak terasa air matanya kembali berlinang membasahi pipinya. Kedua tangan gadis itu menggapai-gapai tanpa daya, paha mulusnya tersentak terkangkang tiap kali kemaluannya dijejali kejantananku, nafasnya tersengal dan terputus-putus. Bagian dalam tubuhnya terasa ngilu disodok tanpa henti. Putus asa Ningsih merengek memohon ampun, majikannya bagai tak kenal lelah terus menggagahi kegadisannya. Bagi gadis itu seperti bertahun-tahun ia telah melayani majikannya dengan pasrah. Menyadari kini Ningsih sedang terorgasme berkepanjangan, aku tarik paha Ningsih ke atas hingga menyentuh payudaranya dan merapatkannya. Akibatnya kemaluan gadis itu menjadi semakin sempit menjepit kejantananku yang terus menghentak keluar masuk. Ningsih berusaha kembali mengangkang, namun dengan perkasa semakin kurapatkan kedua paha mulusnya. Mata Ningsih yang bulat terbeliak dan berputar-putar, sedangkan bibirnya merah merekah membentuk huruf O’ tanpa ada suara yang keluar. Sensasi antara pedih dan nikmat yang luar biasa di selangkangannya kini semakin menjadi-jadi. Aku semakin bersemangat menggenjotkan kejantananku dalam hangatnya cengkeraman pangkal paha Ningsih, membuat gadis itu terpekik-pekik nikmat dengan tubuh terdorong menyentak ke atas tiap kali kemaluannya disodok keras. “Hih! Rasain! Rasain! Nih! Nih! Nihh..!” aku semakin geram merasakan kemaluan Ningsih yang begitu sempit dan dangkal seperti mencucup-cucup kejantananku. “Ahh..! Ampuu..uun.. ampun.. Ndoro! Aduh.. sakiit.. ampuu.. un..!” Begitu merasakan kenikmatan mulai memuncak, dengan gemas kuremas kedua payudara Ningsih yang kemerah-merahan berkilat bersimbah keringat dan cairan putih dari putingnya, menumpukan seluruh berat tubuhku pada tubuh gadis itu dengan kedua paha gadis itu terjepit di antara tubuh kami, membuat tubuh Ningsih melesak dalam empuknya ranjang. Pekikan tertahan gadis itu, gelinjangan tubuhnya yang padat telanjang dan peret’-nya kemaluannya yang masih perawan membuatku semakin hebat menggeluti gadis itu. “Aduh! Aduu.. uuhh.. sakit Ndoro! Aaah.. aamm.. aammpuun.. ampuu.. uun Ndoro.. Ningsih.. pipii.. iis! Aaamm.. puun..!” Dan akhirnya kuhujamkan kejantananku sedalam-dalamnya memenuhi kemaluan Ningsih, membuat tubuh telanjang gadis itu terlonjak dalam tindihanku, namun tertahan oleh cengkeraman tanganku pada kedua buah dada Ningsih yang halus mulus. Tanpa dapat kutahan, kusemburkan sperma dalam cucupan kemaluan Ningsih yang hangat menggiurkan sambil dengan sekuat tenaga meremas-remas kedua buah dada gadis itu, membuat Ningsih tergerinjal antara sakit dan nikmat. “Ahk! Auh..! Aaa.. aauuhh! Oh.. ampuu..uun Ndoro! Terus Ndoro..! Ampuun! Amm.. mmh..!Aaa.. aakh..!” Dengan puas aku menjatuhkan tubuh di sisi tubuh Ningsih yang sintal, membuat gadis itu turut terguling ke samping, namun kemudian gadis itu memeluk tubuhku. Sambil terisak-isak bahagia, Ningsih memeluk tubuhku dan mengelus-elus punggungku. Sambil mengatur nafas, aku berpikir untuk menaikkan gaji Ningsih beberapa kali lipat, agar gadis itu betah bekerja di sini, dan dapat melayaniku setiap saat. Dengan tubuh yang masih gemetar dan lemas, Ningsih perlahan turun dari ranjang dan mulai melompat-lompat di samping ranjang. Keheranan aku bertanya, “Ngapain kamu, Nduk..?” “Katanya.. biar nggak hamil harus lompat.. lompat, Ndoro..” jawab gadis itu polos. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya, melihat cairan kental meleleh dari pangkal paha gadis itu yang mulus tanpa sehelai rambut pun. TAMAT cerita dewasa cerita panas 17 tahun setengah baya julia perez telanjang gambar bugil

Bysexindo Last updated Mar 5, 2019 5,470. Cerita Sex ini berjudul " Wanita Setengah Baya Yang Masih Perawan " Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2019. Saat ini saya tinggal kost di salah satu apartemen di Singapore dan rumah
Kejadiannya 13 tahun yang lalu, saat aku masih kuliah disebuah kota S di P. Aku mempunyai teman satu angkatan satu jurusan Yon namanya, berasal dari kota W. Kami begitu lengketnya, study, ngobrol, jalan ngalor-ngidul, ngapelin cewek satupun sering bersama. Sampai kecewapun sering bareng-bareng. Yon si anak “bocor” tapi baik hati itu tinggal dirumah tantenya yang biasa aku panggil Ibu Tari yang hanya punya anak gadis semata wayang. Itupun begitu lulus S1 Manajemen perusahaan langsung dilibas habis kegadisannya sama pacarnya, dalam suatu perkawinan, terus diboyong ke Jakarta. Tinggallah Ibu Tari ini bersama suaminya yang pengusaha jasa konstruksi dan trading itu dengan pembantu dan sopir. Kebetulan Yon ini keponakan kesayangan. Wajar saja dia suka besar kepala karena jadi tumpahan sayang Ibu Tari. Sampai suatu saat dia minta tinggal di luar rumah utama yang sebenarnya berlebih kamar, ya si tante nurut saja. Alasan Yon biar kalau pulang larut malam, tidak mengganggu orang rumah karena minta dibukakan pintu. Ruang yang dia minta dan bangun adalah gudang di sebelah garasi mobil. Dengan selera anak mudanya dia atur interior ruangan itu seenak perutnya. Setengah selesai penataan ruang yang akhirnya jadi kamar yang cukup besar itu, sekali lagi Yon menawarkan diri agar aku mau tinggal bersamanya. Saat itu Ibu Tari, hanya senyum-senyum saja. Seperti dulu-dulupun aku menolaknya. Gengsi sedikitlah, sebab ikut tinggal di rumah Bu Tari berarti semuanya serba gratis, itu artinya hutang budi, dan artinya lagi ketergantungan. Biar aku suka pusing mikirin uang kost bulanan, makan sehari-hari atau nyuci pakaian sendiri, sedikitnya di kamar kostku aku seperti manusia merdeka. Tapi hari itu, entah karena bujukan mereka, atau karena sayangku juga pada mereka dan sebaliknya sayang mereka padaku selama ini. Akhirnya aku terima juga tawaran itu, dengan perjanjian bahwa aku tidak mau serba gratis. Aku maunya bayar, walaupun uang bayaran kostku itu ibarat ngencingin kolam renang buat Bu Tari yang memang kaya itu. Toh selama ini aku menganggap rumah Bu Tari ini rumah kostku yang kedua, sebelumnya sering juga aku menginap dan nongkrong hampir setiap hari di sini. Ada satu hal sebenarnya yang ikut juga menghalangiku selama ini menolak tawaran Yon atau Bu Tari untuk tinggal di rumahnya. Entah kenapa aku yang anak muda begini, suka merasakan ada sesuatu yang aneh di dada kalau bertatapan, ngobrol, bercanda, diskusi dan berdekatan dengan Bu Tari. Perempuan yang selayaknya jadi tante atau bahkan ibuku itu. Buatku Ibu Tari bukan hanya sosok perempuan cantik atau sedikitnya orang yang melihatnya akan menilai bahwa semasa gadisnya Bu Tari adalah perempuan yang luar biasa. Bukan hanya sekedar bahwa sampai setua itu Ibu Tari masih punya bentuk tubuh yang meliuk-liuk. Senyumnya, dada, pinggang, sampai ke pinggulnya suka membuatku susah tidur dan baru lega jika aku beronani membayangkan bersetubuh dengannya. Jika aku beronani tidak cukup kalau cuma keluar sekali saja. Gejala apa ini, apakah wajar aku terobsesi sosok perempuan yang tidak hanya sekedar cantik, tapi berintelegensi bagus, penuh kasih dan nature. Buatku secantik apapun perempuan jika tidak punya tiga unsur itu, hambar dalam selera dan pandanganku. Seperti sebuah buku kartun yang tolol dan tidak lucu saja layaknya. Malangnya Ibu Tari memiliki semua itu, dan lebih malangnya lagi aku. Di bawah sadar sering aku diremas-remas iri dan cemburu jika melihat Ibu Tari berbincang mesra atau melayani Pak Bagong, suaminya. Begitu telaten dan indah. Gila! Selama aku tinggal di rumah Bu Tari itu, pada awalnya semua biasa saja. Perhatian dan sayang Bu Tari kurasakan tak ada bedanya terhadapku dan Yon. Kupikir semua ini naluri keibuannya saja. Tetapi semua itu berjalan hanya sampai kurang lebih 4 bulan. Di suatu malam dari balik jendela kamarku kulihat beberapa kali Ibu Tari keluar masuk rumah dengan gelisah menunggu Pak Bagong yang sampai jam belum pulang. Sebentar dia kedalam sebentar keluar lagi, duduk dikursi, memandang kejalan dengan muka gelisah, membalik-balik majalah lalu masuk lagi. Keluar lagi. Kuperhatikan belakangan ini Ibu Tari begitu murung. Ada masalah yang dia sembunyikan. Senyumnya sering kali getir dan terpaksa. Aku beranjak ke kamar mandi untuk pipis. Buku Nick Carter yang sejak tadi membuat penisku tegang kugeletakkan dimeja. Tapi begitu aku kembali ternyata Bu Tari sudah duduk di kursi panjang di kamarku memegang buku itu. Aku hanya meringis ketika Bu Tari meledekku membaca buku Nick Charter yang pas dicerita ah., eh., oh kertasnya aku tekuk. Sesaat setelah kami kehabisan bahan bicara, muka Bu Tari kembali mendung lagi. Dia berdiri, berjalan ke sana sini dengan pelan tanpa suara merapikan apa saja yang dilihatnya berantakan. Sprei tempat tidur, buku-buku, koran, majalah, pakaian kotor dan asbak rokok. Ya maklum kamar bujanganlah. Aku pindah duduk dikursi panjang lantas mematung memperhatikannya. Seperti tanpa kedip. Semua yang dilakukannya adalah keindahan seorang perempuan, seorang ibu. Setelah selesai, sejenak Bu Tari hanya berdiri, melihat jam didinding lalu menatapku dengan mata yang kosong. Aku coba untuk tersenyum sehangat mungkin. Bu Tari duduk di sampingku. Mukanya yang tetap murung akhirnya membuatku berani bicara mengomentari sikapnya belakangan ini dan bertanya kenapa? Bu Tari tersenyum hambar, menggeleng-gelengkan kepala, diam, menunduk, menarik napas dalam dan melepasnya dengan halus. Sunyi. Seperti ingin to the point saja, Bu Tari menceritakan masalah dengan suaminya. Seperti kampung yang diserbu provokator dan perusuh saja, otakku tercabik-cabik, terbuka. Hubungan Bu Tari dengan suaminya selama ini ternyata semuanya penuh kepura-puraan. Kemesraan mereka semu tak bernurani, bagai sebuah ruangan setengah kosong, dan setengahnya lagi sekedar keterpaksaan pelaksanaan kewajiban saja. Bu Tari berada di dalamnya. Suaminya tahu tapi seperti sengaja membiarkannya memikir, menghadapi dan menyelesaikannya sendiri. Menerima keadaan. Entah karena kesepian, butuh orang sebagai tumpahan hatinya yang kesal dan rasa disia-siakan. Bu Tari menceritakan bahwa Pak Bagong sudah lama mempunyai istri simpanan di sebuah perumahan menengah pinggir kota. Tak pernah hal ini dia ceritakan kepada siapapun juga kepada anaknya sendiri Mbak Clara di Jakarta. Sama dengan kebanyakan istri-istri pejabat yang walaupun tahu suaminya punya simpanan perempuan, Bu Tari hanya bisa menahan hati. Konon katanya, justru sebenarnya banyak istri pejabat yang malah mencarikan perempuan khusus untuk dijadiakn simpanan suaminya sendiri, demi keamanan, “nama baik” dan jabatan. Biar si suami tidak asal hantam dan makan sembarang wanita. Toh, Istri tahu atau tidak, terima atau tidak, si suaminya dengan jabatan, uang dan kelelakiannya dapat melakukan apa saja pada perempuan-perempuan yang mau. Semua itu seperti permaisuri yang mencarikan selir untuk suaminya sendiri. “Dia ingin punya anak laki-laki Win Win nama palsu saya” Begitu ucap Bu Tari malam itu. Matanya mulai berkaca-kaca. Dulu Bu Tari memang suka bercerita betapa inginnya dia punya anak laki-laki yang banyak. Dia suka menyesali diri kenapa Tuhan hanya memberinya satu anak saja. “Apakah itu alasan yang wajar Win” Ucapnya lagi. Kedua tangannya memegang tangan kananku dan matanya yang memelas lurus menatapku. Seolah meminta dukungan bahwa kelakuan Pak Bagong salah. Aku bingung. Mau ngomong apa, seribu kata aduk-adukan diotak hingga aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Diluar dugaanku, tangis Bu Tari malah meledak tertahan. Dia jatuhkan mukanya ke pundak kiriku. Aku bingung, tapi naluri lelakiku berkata dia teraniaya dan butuh perlindungan, hingga akhirnya tanganku begitu saja merengkuhnya. Bu Tari malah membenamkan wajahnya ke dadaku. Aku elus-elus punggungnya dan dengan pipiku kugesek-gesek rambutnya agar dia tenang. Kucium wangi parfum dari tubuh dan rambutnya. Sesaat rasanya, sampai akhirnya Bu Tari menarik mukanya dan memandangiku dengan senyumnya yang gusar. Aku ikut tersenyum. Ada malu, ada rasa bersalah, ada pertanyaan ada kehausan di mata Bu Tari, dan ada yang menyesakan dadanya. Entah rasa sayang atau sekedar untuk menetralisir hatinya, aku usap air matanya dengan jariku. Bu Tari hanya diam setengah bengong menatapku. Hening. Sepi. “Ibu bahagia sekali win kamu mau tinggal disini. Entah bagaimana rasanya rumah ini kalau tak ada kamu dan Yon. Sepi. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Mungkin ibu bisa mati sedih dirumah sebesar ini” Ucap Bu Tari pelan tertunduk murung. “Kenapa Ibu baru menceritakannya sekarang?” Ucapku. “Untuk apa?” Ucap Bu Tari menggeleng-geleng. “Setidaknya beban Ibu dapat berkurang”. “Buat Ibu cukup melihat Kamu dan Yon ceria dan bahagia di rumah ini. Kalianlah yang justru membuat Ibu betah di rumah. Untuk apa Ibu harus mengurangi semua itu dengan masalah Ibu. Ibu sayang pada kalian”. Ucap Bu Tari sambil memegang jari tanganku. Aku membalasnya dengan meremas jari jemarinya pelan. “Kamu sayang pada Ibu kan Win? Tanya Bu Tari menatapku. Aku menggangguk tersenyum. Bu Tari tersenyum bahagia. Lalu entah kenapa aku nekat begitu saja mendekatkan mukaku, mencium kening dan pipinya dengan lembut. Kulihat wajah Bu Tari yang surprise tapi diam saja. “Bu Tari marah?” tanyaku. Dia menggeleng-geleng dan malah balas menciumku, menyenderkan kepalanya miring di pundakku dan melingkarkan tangan kanannya di pinggangku. Kupeluk dia. Lama sekali rasanya kami saling berdiam diri. Tapi aku merasakan kedamaian yang luar biasa. Sampai akhirnya suara motor Yon yang katanya habis diskusi di kelompok studinya tiba dan suara pintu gerbang terbuka. Sejak kejadian malam itu hubunganku dengan Bu Tari jadi kian aneh. Mungkin awalnya hanya sekedar memperlihatkan rasa sayang dan cinta layaknya seorang anak pada ibunya dan sebaliknya. Walau dengan diam-diam disetiap kesempatan yang ada kami saling tidak menyembunyikan semua itu. Bertatapan dengan mesra, bercanda dan saling memperhatikan lebih dari dulu-dulu. Tapi seperti air yang tak diatur, semua mengalir begitu saja. Kian lama Bu Tari dan aku berani saling mencium. Cium sayang dan lembut disetiap kesempatan yang ada tanpa seisi rumah tahu Tapi kegalauan dihatiku tetap saja tak dapat kuingkari. Sering aku bertanya sendiri sayangku, cintaku, ciumanku dan pelukanku pada Bu Tari apakah manifestasi seorang anak pada sosok ibunya, atau seorang lelaki pada seorang perempuan. Hati dan otakku setiap hari dililit pertanyaan sialan itu. Begitu menjengkelkan. Semua itu berjalan sampai tak dapat kuingkari bahwa birahi selalu mengikutiku jika aku berdekatan dan mencium Bu Tari. Selama ini aku berusaha menekannya. Tapi itu meledak di suatu sore yang sepi. Semula aku hanya ingin meminjam koran yang biasanya tergeletak di ruang keluarga rumah utama. Tapi saat kulihat Bu Tari tengah berdiri menikmati ikan-ikan hias aquariumnya. Tiba-tiba aku ingin menggodanya. Aku berjingkat perlahan dan menutup kedua matanya dengan tanganku dari belakang. Ibu Tari kaget berusaha melepaskan tanganku. Aku menahan tawa tetap menutup matanya. Tapi akhirnya Bu Tari mengenaliku juga. Kukendorkan tanganku. “Wiinn kamu bikin kaget ibu saja akh..” Ucap Bu Tari tetap membelakangiku dan menarik kedua tanganku ke depan dadanya. Bu Tari bersandar di dadaku. Kedua tanganku tepat mengenai payudaranya yang kurasakan empuk itu. Gelora aneh mengalir di darahku. Sementara Bu Tari terus mengomentari ikan-ikan di dalam aquarium, aku justru memperhatikan bulu-bulu lembut di leher jenjangnya Rambutnya yang lurus sebahu saat itu tertarik ke atas dan terjepit jepitan rambut, hingga leher bagus itu dapat kunikmati utuh. Aku berdesir. Kurasakan napasku mulai berat. Dengan bibirku akhirnya kukecup leher itu. Bu Tari merintih kegelian dan mencubit lenganku dengan genit. “Hii. Jangan Wiinn akhh.., Merinding Ibu ah” Dekapan tanganku di payudara dan dadanya makin kuat. Ketika kuperhatikan dia tidak marah dan tenang maka kuulangi lagi kecupan itu berulang-ulang. Kumis dan bekas cukuran di janggutku membuatnya geli. Tapi kurasakan tangan Bu Tari perlahan mencengkram erat di kedua jariku dan dia diam saja. Aku makin bernafsu. Ciuman, kecupan dan hisapan bibirku makin menjadi-jadi ke leher dan telinganya. Bu Tari mendesah memejamkan mata. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti cumbuanku. Matanya terpejam dan napasnya menggelora. Kucari bibirnya, karena susah maka kuputar tubuhnya menghadapku dan langsung kusambar dengan bibirku. Kupeluk erat Bu Tari. Dia menggeliat membalas permainan bibirku. Kedua tangannya memegangi bagian belakang kepalaku seolah takut aku melepaskan ciuman bibirku. Kuremas-remas payudaranya dengan tangan kananku. Bu Tari melepaskan ciumannya lalu merintih-rintih dengan kepala terdongak ke belakang seolah memberikan lehernya untukku. Dengan bibirku langsung kuciumi leher itu. Tapi tiba-tiba Bu Tari setengah menghentakan badanku seperti tengah bangun dari mimpi dan shock dia berkata, “Ya Tuhan, Wiinn.., apa yang kita lakukan?” Bu Tari menjauhiku dan menempelkan kepalanya ke dinding menahan hati. Akupun bisu. Hening. lama sekali. Aku kian gelisah. Aku ingin keadaan itu berakhir. Aku dekati Bu Tari, memeluknya lagi. Kata-kata cinta meluncur begitu saja dari mulutku. Semua itu membuat Bu Tari bingung. Menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlari masuk ke kamar menahan tangis. Beberapa hari sejak kejadian itu Bu Tari tidak menyapaku. Dia selalu berusaha menghindariku. Aku bingung, aku takut dia marah. Aku takut dia menolak cintaku. Aku takut gila, mencintai ibu kost sendiri, istri orang dan perempuan yang jauh lebih tua dariku. Ditolak pula. Aku mulai murung. Tapi itu hanya lebih kurang dua minggu. Hanya sampai pada suatu malam, bulan jatuh dipelukanku saat Bu Tari lembut menyapaku dan tanpa bicara sepatah katapun menciumiku. Sejak dulu juga, jika dibalik ke”nature”annya sesekali kulihat kerling genitnya, adalah bukti bahwa sebenarnya sudah lama aku tak bertepuk sebelah tangan. Tapi Bu Tari takut bicara tentang cinta, bahwa dia sayang, merindukan dan membutuhkanku. Selanjutnya kami selalu berusaha bersikap wajar di depan seisi rumah maupun tetangga. Satu hal yang pasti bahwa kami bisa dengan bebas saling bercerita tentang apa saja. Termasuk kebiasaanku beronani dengan membayangkan bersetubuh dengannya yang membuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Sebaliknya dari Bu Tari aku tahu, bahwa suaminya Pak Bagong itu aneh, di ranjang bertempur tidak pernah menang tapi malah punya simpanan. Untuk mencapai orgasme jika bersetubuh dengan suaminya dia sering membayangkan bersetubuh denganku. Gila. Kami terus mengalir tanpa halangan yang berarti. Maksudku tanpa tindak-tanduk yang dapat menimbulkan kecurigaan orang seisi rumah maupun tetangga. Sampai suatu hari Pak Falcon tetangga kami yang tinggal 6 rumah dari kami melangsungkan pernikahan anaknya. Seharian itu aku dirundung nafsu dan cemburu. Seperti biasanya jika dilingkungan perumahan itu ada pernikahan maka Pak Bagong dan Bu Tari akan menjadi penerima tamu. Pak Bagong akan berbaju beskap, berjarik, blangkon dan berkeris. Bu Tari akan berkebaya, berjarik dan berselendang dengan rambut konde yang rapi. Bu Tari sendiri tahu bahwa dengan pakaian seperti itulah seringkali aku mengungkapkan kekagumanku atas kecantikan dan seks apple yang ditimbulkannya. Rasanya aku gelisah terus melihat kesintalan tubuh Bu Tari yang terlilit pakaian adat Jawa yang ketat itu. Jika berjalan pinggulnya bergoyang-goyang mengundang sensasi. Beberapa kali kutebar pandanganku berkeliling, selalu saja kulihat ada mata tamu pria entah muda, entah tua ada yang tengah melirik atau memperhatikannya. Semua itu membuatku pingin marah saja rasanya. Tetapi sebelum seremoni perkawinan itu usai, tiba-tiba pembantu Bu Tari, yang biasanya aku panggil Mbak Suti datang mengabarkan bahwa barusan dia terima telepon di rumah yang mengabarkan adik Pak Bagong yang tinggal di kota P mengalami kecelakaan lalu lintas. Pak Bagong, Bu Tari, Yon, Mbak Suti dan aku akhirnya pamit pulang duluan pada Pak Falcon. Sampai dirumah, Pak Bagong dan Ibu Tari menelepon balik ke kota P melakukan konfirmasi berita. Adik Pak Bagong bersama Dorti anaknyalah yang mengalami kecelakaan. Mobilnya tertabrak bis antar kota yang selip. Dua-duanya masuk IGD rumah sakit dan Pak Bagong sebagai anak tertua di keluarganya diminta datang. Teman sekamarku Yon sendiri ingin ikut nengok. Yon naksir berat pada Dorti, pernah menyatakan cinta dua kali. Tapi dua kali pula Dorti menolak. Sementara Ibu Tari sendiri harus tetap tinggal karena besok pagi ada tim BPKP dari Jakarta yang akan datang melakukan audit di kantornya. Ibu Tari key person yang harus ada. Pak Bagong dan Yon berangkat ke kota P dengan mobilnya dan akan mampir ke rumah Pak Sarmin supirnya dulu untuk diajak berangkat. Aku, Bu Tari dan Mbak Suti ngobrol sebentar membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada adik Pak Bagong dan anaknya. Sampai Mbak Suti menguap beberapa kali. Selama ngobrol tak pernah mataku lepas dari busungnya dada Bu Tari dengan payudaranya yang montok dan sedikit terlihat. Bu Tari tahu aku selalu memperhatikannya, tapi dia membiarkan saja, bahkan seolah justru senang dan menikmati kekagumanku, birahiku dan kegusaranku. “Sudahlah sana tidur kalau ngantuk, aku tidak balik lagi kerumah Pak Falcon kok Ti, wong hampir selesai kok” Ucapnya. Bu Tari beranjak pergi katanya mau pipis. Ketika Bu Tari berjalan, pinggulnya yang bergoyang-goyang tak lepas mataku. Begitu padat, begitu bulat. Mbak Suti langsung pamit tidur. Tinggallah aku di ruang tengah itu, sendiri, melamun. Sekian lama hubungan kami berjalan. Selama ini kami hanya sampai batas berpelukan, berciuman, saling tindih di ranjang dengan napas yang menderu-deru dan berujung orgasme tanpa coitus. Entah berapa kali penisku menekan-nekan dan menggesek-gesek di vaginanya yang basah di celana. Entah berapa kali spermaku membasahi celana dalamku sendiri dan celana dalam Bu Tari. Lantas walaupun penisku belum pernah sekalipun masuk ke vaginanya, kecuali hanya menggesek-gesek dan aku orgasme, masih perjakakah aku? Langkah Bu Tari terdengar dan terus kupandangi sekujur tubuhnya yang semampai melenggok-lenggok, dari kepala sampai kaki ketika dia berjalan kearahku. Stagen di pinggangnya sudah tak ada hingga perutnya sedikit terlihat. Dadaku berdebar-debar. Berkali kali kutelan ludah. “Kamu melihat Ibu, kaya Ibu ini apaan sih?”, ucap Bu Tari genit mengibaskan tangan kanan di mukaku. “Ibu cantik sekali, makin seksi, seksi sekali berkebaya dan Saya terangsang sekali” Ucapku asal saja menunjuk ke penisku. “Hus. Sekali, sekali. Daripada melamun sini pijitin Ibu”, Ucap Bu Tari duduk membelakakingiku dan menepuk pundaknya. Aku pijit kedua pundaknya perlahan-lahan. Bu Tari kadang menggeliat keenakan. Makin lama pijitanku makin turun, ke punggungnya, ke tulang-tulang rusuknya, ke pinggangnya. Tak lama kutarik pundaknya dan kusandarkan punggungnya ke dadaku, kutempelkan pipi kananku ke pipi kirinya. Lalu kupijit kedua pahanya, kuelus-elus dan kuremas-remas sampai ke pinggulnya. Bu Tari memejamkan matanya. Pijitan bercampur elusan kedua tanganku merambat naik dan berhenti di dadanya untuk meremas-remas buah dada yang kurasakan besar dan kenyal itu. Mukaku kugesek-gesekan di rambut dan kondenya, pipinya, dan kukulum-kulum telinganya. Deru napas Bu Tari mulai tak teratur kadang diselingi desahan halus. Tangan kanannya mencoba meraih kepalaku, kadang mencengkram lembut rambutku. Telapak tangan kirinya digosok-gosokan kepipi kiriku. Remasan tanganku ke buah dadanya makin liar, mukaku meliuk-liuk menciumi apa saja di kepalanya. Kubuka kancing baju kebayanya. Sembulan sepertiga buah dada dari BH-nya indah sekali. Aku makin terangsang. Penisku yang berdiri sejak tadi ingin meledak rasanya. Kutarik baju kebayanya turun ke belakang hingga pundak dan lehernya bebas kuciumi dan jilati. Ibu Tari mengerang nikmat. Kulingkarkan kedua tanganku memeluknya erat-erat. Bibir Bu Tari yang setengah terbuka kusambar dengan bibirku dan kukulum habis. Ujung lidah kami beradu, kutelusuri lidahnya sampai seberapa jauh dapat masuk, ke rongga-rongga mulutnya. Begitu kami bergantian. Aku dan Bu Tari mulai tak tahan, kurebahkan dia disofa. Kutelusuri tubuhnya, kuciumi dari muka, dada, perut paha, dan betisnya yang masih dibalut kain jarik. Naik lagi dan kutindih Bu Tari. Erangannya makin merangsangku. Kubuka ikat pinggangku. “Jangan disini sayang. Nanti kalau Suti bangun..” Tiba-tiba ucap Bu Tari tak menyelesaikan kalimatnya. Kami berdiri. Bu Tari melepas ritsluiting celanaku, memasukan tangannya ke celana dalamku dan meremas-remas penisku yang tegang dengan geregetan. “Heemm” Ucapnya lalu membimbingku masuk ke kamarnya berjalan mundur dengan memegang dan menarik penisku. Itu membuat kami tertawa. Pintu kamar dikuncinya cepat-cepat. Kubuka bajuku dan Bu Tari setengah menunduk membuka celanaku lalu mencari penisku. Begitu dapat langsung dimasukan ke mulutnya, dijilati dihisap-hisap, diciumi dan kadang dikocok-kocok dengan tangannya. Yang begini belum pernah dia lakukan. Aliran kenikmatan merambat sampai ubun-ubun kepalaku. Aku memberinya isyarat agar melepaskan penisku. Aku dipuncak nafsu dan ingin memasukan penisku langsung saja ke vaginanya, tapi dia menolak. Badanku rasanya makin bergetar dengan tulang yang mau berlepasan dan syaraf-syaraf di tubuhku rasanya kelojotan nikmat. Bu Tari begitu bernafsu dan nikmat memainkan penisku di mulutnya Aku tak tahan dan minta rebahan di ranjang. Bu Tari melepas baju kebayanya. Dengan tetap BH masih di dada dan kain jariknya yang belum terlepas, mulutnya langsung mengejar burung pusakaku sampai dua biji telornyapun dia cium, jilat dan hisap. Aku makin bergelinjang, melayang-layang nikmat. Hingga dipuncaknya, aku tak sempat lagi memberitahunya kalau spermaku mau keluar. Hingga akkhh.., crott.., croot.., Crroott. Spermaku muncrat di dalam mulut Bu Tari. Tapi Bu Tari justru malah bernafsu, menelannya dan terus menghisap-hisap penisku sampai bersih, kasat dan ngilu rasanya. Aku terkejut. Bangun terduduk. “Ibu telan? Apa ibu tidak jijik?”, Tanyaku bodoh. Ibu Tari menggeleng, justru mukanya cerah, kepuasan terpancar di wajahnya. Aneh pikirku. “Orang bilang, meminum air mani perjaka akan membuat perempuan awet muda. Lepas betul atau tidak yang terang Ibu sudah mencobanya barusan Sayang” Ucap Bu Tari lalu menciumiku dari muka sampai dadaku, sementara tangan kanannya terus meremas-remas penisku. “Ayo lagi Sayang, Ibu pingin kamu puas” Ucap Bu Tari mesra. penisku yang tadi terkulai karena sudah keluar sperma dan shock mulai menegang lagi akhirnya. Bu Tari kembali mengulum dan menghisap-isap penisku. “Kalau Ibu masih pingin, ambil semua sperma Saya” Ucapku, Ibu Tari tersenyum. Kubuka BH-nya dan kutarik lilitan kain jariknya. Bu Tari berdiri untuk memudahkan melepas kain jariknya. Tubuhnya yang telanjang bulat langsung kuterkam, kurebahkan dan kutindih. Dua payudaranya yang besar itu kuhisap-hisap putingnya bergantian. Tangan kananku menggosok-gosok vaginanya. Kuciumi, kujilati dan kuhisap-hisap semua bagian yang menurut instingku bisa membangkitkan gairahnya. Bibir, lidah, telinga, leher, payudara, perut, pusar, paha, vagina, betis sampai ke jari dan telapak kakinya. Tubuh Bu Tari bergelinjangan tak karuan dadanya naik-turun kelojotan. Tangan kirinya meremas-meremas payudaranya dan tangan kanannya menggosok-gosok vaginanya sendiri. Konde rambut Bu Tari hampir terlepas. Mulutku naik lagi ke atas menyusuri betis dan paha hingga akhirnya berhenti di vaginanya. Dengan kedua tanganku kusibak pelan bulu vaginanya. Kulihat belahan vaginanya yang memerah berkilat dan bagian dalamnya ada yang berdenyut-denyut. Kuciumi dengan lembut, bau divaginanya membuat sensasi yang aneh. Tak pernah ada bau seperti ini yang pernah kukenal rasanya. Dengan hidung kugesek-gesek belahan vagina Bu Tari sambil menikmati aroma baunya. Erangan dan gelinjangan tubuhnya terlihat seperti pemandangan yang indah sekaligus menggairahkan. “Aakhhk.., eekhh.., nikmat sekali sayang. Teruuss sayang”, Rintih Bu Tari. Kujulurkan lidahku, kujilat sedikit vaginanya, ada rasa asin. Lalu dari bawah sampai atas kujulurkan lidahku menjilati belahan kewanitaannya. Begitu seterusnya naik turun sambil melihat reaksi Bu Tari. “Akkhh.., Akkhh.., Akkhh.., Engghh” Bu Tari terus merintih nikmat, tangannya mencari tangan kananku, meremas-remas jariku lalu membawanya ke payudaranya. Aku tahu dia ingin yang meremas payudaranya adalah tanganku. Begitu kulakukan terus, tangan kananku meremas payudaranya, mulutku menjilati dan menghisap-hisap vaginanya, tangan kiriku mengelus-elus pinggang, paha sampai ke betisnya yang putih mulus dan halus itu. “Akkhh.., sudah Sayang.., sudah.., ayo sekarang Sayang Ibu sudah tak tahan akkhh.., masukan sayang, masukan” Desah Bu Tari mengerang meraih kepalaku agar menghentikan jilatan di vaginanya dan minta disetubuhi. Tanpa harus mengulangi lagi permintaannya langsung saja aku merangkak naik, menindih tubuh Bu Tari. Bu Tari melebarkan pahanya. Penisku menuju vaginanya. Beberapa kali kucoba, memasukan, beberapa kali pula gagal. Aku tak tahu mana yang pas lubangnya, mana yang hanya belahan vagina. Tapi tangan Bu Tari segera membantu, memegang penisku, membimbing ke depan lubang vaginanya lalu berkata “Ya itu Sayang.., disitu.., tekan Sayang tekan.., disitu.., aakkhh.., ayo Sayang.., Ibu tak tahan.., oo.., akkhh” Ibu Tari merintih ketika penisku yang kutekan masuk seluruhnya ke lubang vaginanya. Sejenak tubuhku kaku, aku diam saja, aku nervous. Batang penisku rasanya terjepit oleh dinding vagina Bu Tari yang seperti berdenyut-denyut dan menghisap-hisap. Nikmat luar biasa. Ini yang pertama. Bu Tari menggoyang-goyangkan pinggulnya, setengah berputar-putar dan kadang naik turun. Penisku yang tertancap di vaginanya yang setengah becek dibuat seperti mainan yang membuatnya nikmat tak karuan. “Ayo Sayang.., ayo.., bareng-bareng Sayang.. Ibu mau keluar Sayang.., ayo.., ayo..” Rintih Bu Tari dengan mata setengah terpejam dan mulutnya yang terus terbuka mendesah-desah dan kian kuat menggoyang-goyangkan pinggulnya. Akupun terus mengimbanginya sampai tiba-tiba Bu Tari seperti terdiam dan kedua tangannya merangkul leherku kuat-kuat dan dari mulutnya keluar desahan panjang. “Aakkhh.., Oukhh.., Engkhh..”, Bersamaan dengan rintih kepuasannya, denyutan dan hisapan vagina Bu Tari makin kuat dan nikmat rasanya. Akupun sudah tak tahan lagi dan ingin agar spermaku segera keluar. Karenanya kunaik-turunkan penisku, kuputar-putar dan kunaik-turunkan terus hingga akhirnya croott.., croott.., crroot. “Akhh..” Bersamaan dengan muncratnya spermaku di vaginanya, kembali Bu Tari mendesah nikmat. Napasku memburu, aku lemas sekali rasanya. Sementara Bu Tari tetap menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan pelan dan tangannya mengelus-elus rambutku. Beberapa saat kubiarkan tubuhku menindih tubuh bugil Bu Tari tanpa tangan atau dengkulku menahan beban badanku. Penisku tetap menancap di vaginanya. Ketika ingin kucabut Bu Tari melarangnya. “Jangan sayang, jangan dicabut dulu, biarkan ibu memiliki dan menikmatinya, peluk.., peluk.., tetap tindihlah Ibu sayang. Ibu puas, Kamu puas sayang hemm?, nikmat sayang?” Ucap Bu Tari sambil terus menciumiku. Malam itu kami habiskan tidur sambil berpelukan di ranjang yang biasa Ibu Tari tidur dan bersetubuh dengan suaminya. Tapi sejak malam itu dan disetiap kesempatan yang ada kusetubuhi pula Bu Tari di ranjang yang sama. Aku tak perlu lagi hanya beronani dengan membayangkan bersetubuh dengannya, begitupula Bu Tari tak perlu lagi hanya sekedar membayangkan bersetubuh denganku jika ia melayani suaminya. Kami baru bersetubuh di hotel jika salah satu dari kami sudah tak tahan lagi sementara kesempatan di rumah tak ada. Atau ketika obsesiku kumat untuk bersetubuh dengan Bu Tari dalam pakaian kebaya, kain jarik dan berkonde. Ini terkadang aneh, berlama-lama Bu Tari ke salon rias, begitu selesai langsung ke Hotel dan kuacak-acak sampai berantakan. Aneh ya?!. Sering pula jika keadaan memungkinkan, Bu Tari suka menyelinap ke kamarku untuk “fast sex”. Seks cepat dengan tetap masih berpakaian. Tandanya, Bu Tari masuk ke kamarku sudah tanpa celana dalam dan dipuncak nafsu. Ini sering terjadi jika Bu Tari sedang butuh tapi Pak Bagong tak acuh terus tidur. Tentang vagina Bu Tari, mungkin itu yang disebut vagina empot ayam. Vagina yang tak pernah kutemui pada semua perempuan adik-adik, Mbak-Mbak, tante-tante dan ibu-ibu rumah tangga yang muda maupun tua yang pernah kutiduri, sampai hari ini sekalipun diumurku yang 37 tahun. Filed under Setengah Baya Leave a comment »
CERITASenin, 02 September 2013 karena aku sebelumnya gak pernah punya pengalaman dalam hal ngentot tanpa ba Kumpulan cerita dewasa,cerita 17tahun,Cerita Ngentot,Cerita Tante girang,Cerita 17tahun,Cerita Seru dan Cerita Mesum terbesar indonesia karena ini adalah Cerita Dewasa Ngesek dengan tante setengah baya - Pada saat pak renggo datang Namaku Rian, aku seorang pegawai swasta di bandung. Baru sebulan ini aku pindah kantor, alasannya klasik, soalnya kantor baruku ini memberi gaji yang jauh lebih tinggi dari kantorku yang lama. Sebenernya sih aku agak heran dengan kantor baruku ini, soalnya waktu wawancara dulu gaji yang aku ajukan tidak ditawar sama sekali, langsung setuju ! Emang sih aku agak nyesel kenapa gak nawarin yang lebih tinggi lagi, tapi aku sadar diri, untuk posisi yang aku tempati sekarang aja, gajiku tergolong sangat tinggi. Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba-tiba berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan. Mengingat “jasanya” dia ke aku, tentu aja aku sangat menghormati dia. “Halo bu, selamat siang” sapa saya menjawab telpon. “Halo rian..” jawab dia riang sekali. “Ada yang saya bisa saya bantu ?” tanya saya, basa-basi sih. “Ah enggak cuma ngecek kamu aja. Dah makan siang ?” tanyanya ramah. “Oh sudah bu, baru aja” jawabku. “Gimana kerja disini, ada masalah ?” tanya bu ita lagi. “Wah enggak bu, tapi memang saya baru mulai sih, baru membiasakan diri dengan keadaan kerja disini” jawab saya singkat. “Gimana gajinya, dah cukup ?” tanyanya dengan suara menggoda. “He..he..he.. maunya sih tambah lagi bu” jawab saya sambil tertawa. “Hah.. segitu aja udah tinggi kan ?” balas bu ita sedikit kaget. “Iya bu, becanda tadi..” jawabku singkat. “Oh.. kirain.” jawabnya. “Eh rian nanti sore sehabis kantor kamu ada kerjaan gak ?” tanya bu ita. “Enggak kayaknya bu, ada apa emangnya” tanyaku sedikit heran. “Hmm.. ada yang ingin saya bicarakan, agak pribadi sih, makanya saya ingin bicaraiinnya sehabis kantor aja nanti” jawab bu ita. “OK bu, saya gak ada janji untuk sore sampe malem nanti” jawab saya. “OK nanti aku tunggu di kafe xxx nanti sore” kata bu ita. “OK bu” jawab saya. “Ok kalo gitu, oh iya, golongan darah kamu apa ?” tanya bu ita sebelum mengakhiri pembicaraan. “B” jawabku penuh kebingungan. “Perfect ! OK deh aku tunggu nanti sore” kata bu ita lalu menutup telponnnya. Sejenak aku terdiam penuh kebingungan, tapi aku kembali bekerja sebab pekerjaanku lumayan menumpuk. Setelah pulang kerja aku arahkan mobilku ke kafe xxx yang dijanjikan tadi. Dalam perjalanan aku diselimuti kebingan yang amat sangat. Bu Ita… Ada apa manager keuangan kantorku itu mau menemuiku, soal urusan pribadi lagi. Dan yang paling membuatku bingung adalah dia sempat menanyakan golongan darahku, untuk apa ? Sebagai informasi, Bu ita berumur sekitar 34-35 tahun. Masih cukup muda untuk menjadi manager keuangan, tapi memang dia berasal dari keluarga yang berteman dekat dengan pemilik perusahaanku. Ditambah lagi suaminya, pengusaha yang dulu jadi sahabat pak Faisal presdir perusahaanku sewaktu kuliah. Oh iya bu ita sudah bersuami, tapi sayang mereka belum dikaruniai anak. Tapi mungkin karena hal itu bu itu terlihat masih seperti wanita muda. Badannya tinggi semampai, ramping tanpa lemak. Kulitnya kuning langsat dengan rambut lurus sebahu. Matanya berbinar selalu bersemangat dan bibir tipisnya itu selalu menarik perhatiannku. Hanya ada satu kata yang dapat mewakili bu ita… Cantik. Sesampainya di kafe xxx, aku melihat bu ita melambai kearahku dari meja yang agak dipojok. Kafe itu memang agak sepi, pelanggannya biasanya eksekutif muda yang ingin bersantai setelah pulang kerja. “Sore bu, maaf agak terlambat” kataku sambil menyalaminya. “Oh gak pa-pa” kata bu ita sambil mempersilakkan aku duduk. Selanjutnya aku dan bu ita mengobrol basa-basi, bercerita tentang kantor, dari yang penting sampe gosip-gosipnya. He..he..he.. gak guna banget. Setelah beberapa lama akhirnya aku mengajukan pertanyaan. “Oh iya bu, sebenernya ada apa ya mengajak saya bertemu disini” tanyaku memulai. “Oh iya” jawabnya. Mendadak wajahnya sedikit pucat. Beberapa saat ibu ita terdiam. Kemudian mulai berkata “Begini Rian, kamu tau kan kalo aku sudah berkeluarga ?”. Aku menganguk kecil untuk menjawabnya. “Tahun ini adalah tahun ke 10 pernikahanku” lanjutnya. Kemudian dia mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya. “Ini foto suamiku waktu sebelum nikah, gimana mirip kamu gak ?” Aku mengambil foto tersebut dan mengamati sebentar. Memang sih ada banyak kemiripan antara orang di foto terebut dengan aku, tapi gantengan aku dong – ge-er mode on . “He..he..he.. kayak ngaca” jawabku sambil mengembalikan foto tersebut. Sebenernya aku makin bingung arah pembicaraan bi ita. “Kamu tau kan aku dan suamiku belum dikaruniai anak ?” tanyanya lagi “Iya…” jawabku bingung. “Jadi begini rian, aku dan suamiku sudah mencoba beberapa cara. Tapi belum berhasil. Sedang umurku semakin bertambah, makin sulit untuk bisa punya anak. Memang kami sudah tau masalahnya ada disuamiku dan dia sekarang dalam terapi pengobatan, tapi mungkin suamiku butuh bantuan lain….. dari kamu” kata bu ita. “Bantuan dari saya ? maksudnya bu ?” tanyaku yang sudah dipuncak kebingungan. “Mungkin kamu bisa bantu suamiku untuk membuahi aku” katanya pelan. “Maksudnya saya menyumbang sperma untuk bayi tabung ibu dan suami ibu ?” tanyaku tergagap. “Bukan, aku sudah pernah coba cara itu dan gagal. Sperma suamiku terlalu lemah. Kalau aku ulangi sekarang tentu suamiku curiga. Lagi pula sulit untuk menukar sperma suamiku dengan spermamu nanti” jawab bu ita. “Jadi ?” tanyaku lagi. “Aku pingin kamu meniduri aku, membuahi aku sampai aku hamil” jawabnya singkat. Aku cuma bisa ternganga terhadap permintaan bu ita yang ku anggap sangat gila itu. “Tenang, jangan takut ketahuan. Kamu mirip sekali dengan suamiku, apalagi golongan darah kalian sama, jadi anak yang lahir nanti akan sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya.” kata bu ita meyakiniku. Akhirnya terjawab kenapa dia tanya golongan darahku tadi. Mungkin alasan bu ita begitu gampang menyetujui waktu aku wawancara dulu salah satunya adalah rencana ini… “Trus bagaimana kita melakukannya ?” tanyaku setelah menenangkan diri. “Kamu ada waktu malem ini ? Kebetulan suamiku lagi keluar kota sampai besok.”tanya bu ita. “Aku available.” jawabku. Kemudian bu ita menelpon kerumahnya, memberitahukan pembantunya dia tidak pulang malam itu sambil memberi alasan. Kemudian dia mengajakku ke hotel xxx. Setelah cek in, kami langsung masuk kamar. Didalam kamar, tidak ada pembicaraan yang berarti. Bu ita langsung ijin untuk mandi, setelah dia selesai, gantian aku yang mandi. Setelah aku keluar dari kamar mandi, aku melihat bu ita yang hanya memakai bathrobe tiduran sambil menonton tv. Aku kemudian duduk di pinggiran tempat tidur. “Bagaimana, kita mulai ?” tanyaku dengan perasaan gugup. Soalnya biasanya aku ML tujuannya cuma untuk senang-senang, bahkan pakai alat kontrasepsi agar pasangan MLku tidak hamil. Kalau ini malah tujuannya pengen hamil. “OK” jawab bu ita kemudian bergeser memberi aku tempat untuk naik ketempat tidur. Aku berbaring disampingnya kemudian berkata “Bu, mungkin tujuan kita supaya ibu bisa hamil, tapi apa bisa kita melakukan persetubuhan ini seperti layaknya orang lain yang mencari kepuasan juga ?” “Gak pa-pa sayang…” jawab bu ita. “Aku rela kok kamu tidurin. Malah sejujurnya kamu tuh bangkitin nafsuku banget. Ngingetin aku diawal-awal pernikahanku” jawab bu ita nakal. Aku kemudian mengecup dahi bu ita, sesuatu yang selalu aku lakukan sebelum meniduri wanita. Bu ita terseyum kecil. Kemudian aku mengecup bibir bu ita. Bibir tipis yang selalu menarik perhatianku itu ternyata nikmat juga. Kemudian aku mulai mencium bibirnya lagi, kali ini lebih lama dan lebih dalam. Sambil mencium bibir mu ita, tanganku mulai bergerilya. Pertama-tama aku elus rambutnya, bu ita membalas dengan sedikit meremas kepalaku. Kemudian tanganku turun untuk mengelus-elus tubuhnya, walaupun masih dari luar bathrobe. Masih sambil berciuman, perlahan aku buka tali bathrobenya. Setelah membuka sebagian bathrobe bagian atasnya, aku langsung mengelus payudaranya, ternya bu ita sudah tidak memakai bra. Awalnya aku hanya mengelus, tapi kemudian berubah menjadi meremas. Payudaranya masih kenyal, walaupun sudah sedikit turun, tapi sangat nikmat untuk diremas. Kemudian aku mulai memilin-milin putingnya. Bu ita merintih pelan, kemudian melepaskan ciuman. Aku kemudian turun sedikit untuk mulai menjilati puting bu ita. Aku muail menjelati puting yang kiri sedang payudara yang kanan aku remas dengan tangan. Kemudian berganti aku menjilati yang kanan sambil meremas payudara yang kiri. Sesekali aku gigit-gigit kecil, tapi sepertinya bu ita tidak terlalu suka, dia lebih menyukai aku menyedot kencang putingnya. Tangan kananku kemudian turun kebawah untuk membuka bathrobe bagian bawahnya hingga tubuhnya terlihat semua. Bathrobe hanya menyangkut di tangannya. Tanganku mulai mengelus pahanya. Perlahan aku buka sedikit pahanya untuk mengeluspaha bagian dalamnya, begitu mulus kulit bagian itu. Tanganku naik keatas menuju selangkangan, ternyata bu ita masih memakai CD. Aku tak mau langsung ke vaginanya hingga tanganku beralih ke pantatnya. Aku meremas pantat yang bulat ini dari dalam CDnya, sebab aku selipkan tanganku ke dalam celananya. Jujur aku adalah penggemar pantat dan pinggul wanita. Apalagi wanita seperti bu ita ini. Pinggulnya ramping tapi pantatnya besar membulat. Perlahan remasan kepantat bu ita aku alihkan ke depan. Di garis vaginanya aku merasa sudah banyak cairan yang keluar dari vaginanya. Kemudian aku mengelus vaginanya mengikuti garis vagina. Perlahan aku tusuk vaginanya dengan jari tengahku. Tubuh Bu ita tersentak, pinggulnya diangkat seperti mengantarkan vaginanya untuk melahap jariku lebih dalam. Jariku aku keluar masukkan perlahan, bu ita merintih semakin keras. Aku turun kebawah, ingin menjilat vaginanya. Tapi Bu Ita menahan tubuhku. “Gak usah rian, aku malu” kata Bu Ita. “Langsung masukin aja sayang, aku dah gak tahan” lanjut bu ita. Aku memposisikan tubuhku diatas bu ita. kemudian aku lebarkan pahanya nsehingga selangkangannya terbuka lebar. Aku arahkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku usahpak penisku ke permukaan vaginanya, tapi bu ita memandangku dengan penuh harapan supaya aku cepat memasukkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku dorong penisku untuk measuk ke vaginanya. Vaginanya masih seret, mungkin karena belum pernah melahirkan. Aku mulai mengeluar masukkan penisku dari vaginanya, sedangkan bu ita merintih keras setiap penisku menghujam vaginanya. Sesekali aku mencium bibirnya, tapi dia lebih suka merintih sambil memejamkan matanya menikmati setiap gesekan vaginanya dengan penisku. Tangan bu ita mencengkram bahuku, sepertinya dia ingin tubuhh kita bergesekan keras agar payudaranya tergesek oleh dadaku. “Mas terus mas, terus…” rintih bu ita. Sepertinya dia membayangkan suaminya yang menyetubuhinya. Sebenernya aku agak cemburu, tapi aku pikir-pikir lebih baik daripada dia merintih memanggil namaku, nanti dia kebiasaan bisa berabe kalau dia memanggil namaku waktu bersetubuh dengan suaminya. Tiba-tiba tangan bu ita mencengkram pantatku seakan membantu dorongan penisku agar lebih kuat menghujam vaginanya. Pinggulnya pun semakin aktif bergerak kekanan-kekiri sambil kadang berputar. Sungguh beruntung aku bisa menikmati tubuh molek bu ita yang sangat ahli bercinta. Tiba-tiba tangannya menekan keras pantatku kearah vaginanya. Sepertinya dia sudah orgasme. Tubuhnya menegang tidak bergerak. Akupun menghentikan pompaanku ke vaginanya sebab tangannya begitu keras menekan pantatku. Setelah tubuhnya berkurang ketegangannya aku mulai pompaanku perlahan. Cairan orgasmenya membuat vaginanya semakin licin. Memang vaginanya jadi berkurang daya cengkramnya, tapi kelicinannya memberikan sensasi yang berbeda. Aku mengangkat tubuhnya untuk berganti posisi. Tapi bu ita menolak sambil berkata “Rian please, kali ini gaya konvensional aja ya… aku pengen nikmatin… besok-besok ya”. Aku meletakkan tubuh bu ita lagi. Goyangan pinggulnya makin menggila, begerak kekiri dan kekanan, tapi aku paling suka saat berputar. Sungguh hebat goyangan bu ita. Mungkin itu goyangan terbaik dari wanita yang pernah aku tiduri. Tangannya kembali menekan keras pantatku, bu ita sudah sampai di orgasme keduanya. Tubuhnya sangat tegang kali ini, sampai perlu lama untuk kembali normal. Setelah berkurang ketegangannya, aku berkata “Bu apa kita sudahin dulu ? kayaknya ibu sudah lemas sekali.” kataku. “Gak pa-pa rian, aku pengen sperma kamu, terusin aja.” jawab bu ita. Aku mulai memompa lagi vaginanya dengan penisku. Kali ini vaginanya sudah benar-benar basah. Bu ita sudah mengurangi gerakannya, mungkin dia sudah terlalu lemas. Aku konsentrasikan pompaanku ke vaginanya hingga bu ita mulai merespon lagi. Sebenarnya aku sudah dikit lagi ejakulasi saat bu ita tiba-tiba berteriak kencang “Arrrhgh….. rian gila enak banget” jeri bu ita sambil menjepit tubuhku dengan kedua pahanya. “Adu gila rian…. aku dah 3 kali keluar kamu belum keluar juga. Ayo dong rian, aku cari pejantan bukan cari gigolo…” kata bu ita lemah. AKu sebenernya kasian dengan bu ita, tapi aku juga sedikit lagi ejakulasi. Aku goyang perlahan penisku. Kali ini aku benar-benar konsentrasi menggapai orgasmeku. Tak berapa lama aku merasa spermaku sudah sampai diujung penisku. “Bu saya dikit lagi keluar bu.” kataku sambil meniukmati sensasi luar biasa. Bu ita membantu dengan menggoyangkan pinggulnya sambil menahan pantatku agar penisku tidak lepas dari vaginanya. “Agkh….”, crot..crot..crot..crot empat kali spermaku ku siram derask ke liang vaginanya. Bu ita menahan pantatku kuat-kuat agar spermaku masuk kerahimnya dalam-dalam. “Tahan sebentar rian, supaya spermanya masuk semua” kata bu ita sambil menahan pantatku kearah selangkanyannya. Setelah beberapa menit baru bu ita melepaskan cengkramannya. Aku kemudian merebahkan tubuhku disampingnya. Malam itu aku menggagahi bu ita sampai 3 kali. Sama seperti yang pertama, aku tumpahkan seluruh spermaku ke liang vaginanya. Setelah itu persetubuhannku dengan bu ita jadi acara rutin. Minimal 2 kali seminggu aku menyetubuhinya. Aku bahkan dilarang bersetubuh dengan wanita lain, agar spermaku benar-benar 100% masuk ke rahimnya. 2 bulan kemudian bu ita positif hamil, tapi sampai saat ini, saat kehamilannya memasukki bulan ke 3, aku masih rutin menyetubuhi bu ita. Sepertinya bu ita tidak bisa menolak kenikmatan digagahi olehku, dan aku tentu aja gak mau kehilangan goyangan dasyat bu ita. Namaku Rian, aku seorang pegawai swasta di bandung. Baru sebulan ini aku pindah kantor, alasannya klasik, soalnya kantor baruku ini memberi gaji yang jauh lebih tinggi dari kantorku yang lama. Sebenernya sih aku agak heran dengan kantor baruku ini, soalnya waktu wawancara dulu gaji yang aku ajukan tidak ditawar sama sekali, langsung setuju ! Emang sih aku agak nyesel kenapa gak nawarin yang lebih tinggi lagi, tapi aku sadar diri, untuk posisi yang aku tempati sekarang aja, gajiku tergolong sangat tinggi. Read the rest of this entry »
GrupMesum adalah situs yang berisikan tentang hal-hal yang berbau pornografi seperti cerita dewasa, cerita sex, dan Cerita Porno serta foto sex 6k views; Cewek jilbab indo 63 mesum; cerita dokter ngentot pasien lagi hamil; cerita dokter sex; Crita Cerita Seks Ibu Hamil Terbaru Cerita Sex Update 2011 2012 Cerita Perkosa Ibu Muda, dosen perkosa

Cerita panas – Benar benar menggairahkan MILF Mother I’d Like Fuck Tante Ijah ini, Umur sudah 51 tahun namun gairah seksualnya tidak tertahankan, senam merupakan olah raga untuk membakar tubuhnya, namun tetap tidak bisa membakar gairahnya, justru malah membuat tante hot nan binal ini semakin menjadi jadi, semakin hot dan semakin nakal. Buah dadanya benar benar montok, jauh dengan adiknya Chintami atmanegara, jika Chintami Atmanegara kelebihan lemak namun tidak dengan tante binal satu ini, bentuknya sangat proposional dengan ukuran buah dada 36B, benar benar padat dan kenyal, rasanya meremas buah dada milik Tante Ijah akan menjadikan melayang tak ini benar benar menyita kelakianku, aku ingin membuat MILF ini bertekuk lutut, namun aku juga tidak mau dikendalikan oleh tante nakal Tante Ijah ini. Wanita nakal ini memang mempunyai sifat mendominasi, adiknya saja suka diatur atur. Dengan masih kutindih Tante Ijah mulai menggeliat lagi, matanya terbuka dengan pelan pelan.“Sa sayaaaaang .. aaah .. rasanya nikmaaat sekali .. kontolmu dalam memek Tante Minati benaaar benar hangaaat .. tante sukaaa sayaaang .. tahan yang sayaaang .. uuuuh …. Benar benar memang tante seperti digesek dan digelitik… kehangatannya itu sayaaaaaaaaaaaang .. hangat sekali .. membuat memek Tante Minati benar benar nyamaaaaaaaaaaaan ..tahaan sebentar ya sayaaang .. biarkan Tante Minati menata kekuatan lagi .. “ ucap Tante Ijah dengan mengedipkan matanya padaku. Nafasnya masih naik turun sehabis menggenjotku dengan kemudian menggulingkan tubuh molek itu, sehingga kini Tante Ijah menindihku.“Uuh .. sayaaaaaaaang sabaaaaaaaaaaar aaaaaah “ keluh Tante Ijah dengan mengelus elus lenganku. Tante Ijah kemudian menaikan badannya pelan pelan sambil meringgis karena kontolku yang ngaceng itu menjadikan Tante Ijah tak karuan rasanya, tangannya menekan ke dadaku. Kedua kakinya melebar untuk membuat memeknya agar tidak kesakitan menjepit kontolku,walau posisi kakinya melebar namun kontolku tetap sesak dalam memeknya.“Duuuuuuuuuuuh .. kontolmuuu sesaaak banget sayaaaaaaaaaang .. hihihihihi .. Tante Minati sukaaa deeeh .. please .. you’re my love .. you must fucking me to finish .. “ ucap Tante Ijah dengan bercampur bahasa Inggris.“Tante Minati .. I wanna fuck you Minati, I wanna your pregnant .. “ ucapku sampai membuat Tante Ijah terbelalak karena aku mengucapkan kata kata ingin menghamili Tante Ijah.“Oh noo .. you don’t making me pregnant .. please .. “ tolak Tante Ijah dengan menggeleng geleng.“Prex aaaaaaaaaaaah .. “ makiku balas membuat Tante Ijah tergelak nakal.“I’s okay .. my baby … what do you want ?“ tanya Tante Ijah dengan gemas mengelus elu pipiku.“I want make your pregnant .. “sahutku enteng dengan mengelus elus pinggang Tante Ijah kemudian tanganku naik dan meremas kedua bukit kembarnya yang montok itu.“Ssssssssssssssssssshhh .. hhh ..pelaaaaaaaaaaaan sayaaaaaaaaaaaaaang ….ngeremesnya pelan ajaaaaaaaaaaaa .. “ goda Tante Ijah dengan canda nakal.“Aku cinta Tante Minati .. “ sahutku dengan memandangnya teduh, Tante Ijah tersenyum.“Tante Minati juga cinta kamu …. Baiklah sayaang .. hamili Tante Minati juga nggak apaa .. asal kamu tanggung jawab … “ balas Tante Ijah dengan mimik wajah pengin dikontoli lagi.“Lha Tante Minati Cuma nanggung enaknya ? baaaaaaaaaah “ kataku sampai membuat Tante Ijah tergelak.“Oke deeeh .. sekarang Tante Minati .. balik badaaan .. tante masih kuberi kesempatan menggenjotku .. tapi ya spermaku kudu masuk memek dalam milik Tante Minati ..” ujarku dengan melepaskan tanganku di kedua bukit kembarnya Ijah tersenyum padaku, kemudian melangkahkan kaki kirinya ke sebelah kanan, gerakan itu serasa menggesek kontolku, sampai meringgis merasakan dinding memek Tante Ijah yang nakal meremas gemas kontolku itu. Gerakan Tante Ijah pelan agar memeknya tidak kesakitan,malah Tante Ijah benar benar merasakan gesekan kontolku itu“Uuuuh …kontolmu sayaaaaaaaaaaaang .. kontolmuuu benaaar benaaaaaaaaaar …membuat Tante Minati mabuk kepayaaang .. dikontoli saban hari mau deh .. every day yaaa “ pinta Tante Ijah dengan wajah sangat pengen jika aku saban hari yang kaki kirinya berpindah ke kanan, kini giliran kaki kanan Tante Ijah berpindah berlawanan ke kiri, sambil menghela nafas panjang Tante Ijah sampai meringgis mengangkat kakinya“Duuuh .. sayaaaaaaaaaaaaang .. Tante Minaaati nggak kuaaaaat aaaaaaaaah .. kalo kamu kontoli berkali kali .. kontolmu nakaaaaaaaaaal bangeeeeeeet .. kamu anak muda yang nakaaaal ..kakak beradik diembat semua .. adikku kamu entotin, kakaknya juga diewe.. dua duanya malah ketagihan dikontoli .. hihihihihi .. awas ya kalo bohong nggak mau ngontoli Tante Minati saban hari .. “ancam Tante Ijah dengan wajah sangat kakinya bergerak ke kiri maka tubuh Tante Ijah juga ikut berputar, pelan pelan tubuh seksi nan molek itu kini sudah membelakangiku, kupegang kedua bukit kembarnya itu.“Oooh …. Nakaaaaaaaaaaal .. naaaaaaaaaakaaaaaaaaaaaal .. kamu mainin susu Tante Minati muluuu … aaaaaaauh .. remees yaaang agak keraaas sayaaang .. buat Tantemu terkapaar kamu kontoli, sayaaang .. ayo sayaaang .. Tante geraaak dulu yaaa .. kamu ikuti aja geraaakan Tante Minati ..” ucap Tante Ijah dengan mengerang erang merasakan kontolku sesak dalam memeknya bertelepak pada lututku Tante Ijah kemudian menaikan selakangannya kemudian menurunkan dengan pelan pelan.“Aaaaaaaaauh sayaaang aaaaaaaaaaaah .. enaaaaaak bangeeeeeeeeeet .. oh my baby .. you must fucking your mother .. you are the best .. your kontol as nikmaaat aaaaaaaaaauh sssssssshhh “ erang Tante Ijah dengan bahasa Inggris yang kacau karena nikmatnya kontolku keluar masuk memeknya dengan lancar, memeknya yang basah itu terasa sekali memudahkan kontolku keluar masuk.“Oooh sayaaaaang .. tanteee nikmaaat bangeeet ..apalagi susu Tante Minaaatii … kenyaaaaaaaaal aaaaaaaaaaah . aaayoo tante .. I’m fucking to youuu “ sahutku merasakan nikmatnya aku digenjot Tante Ijah itu. Gerakan Tante Ijah naik turun, namun kemudian menggerakan selakangannya memutar mutar“Rasaaakaaan goyangan tante nakalmu .. Tante Tante Ijah yang nakaaaaaaaaaaal “ goda Tante Ijah dengan mengerling nakal padaku, senyum mesumnya diperlihatkan padaku.“Tante Minati cinta kontolmuuu sayaaaaang ssssssssh sssssh aaaaaauh hhhh hhhh “ puji Tante Ijah dengan mendesis keenakan naik turun di atas Ijah benar benar tidak membuang waktu, Tante Ijah menikmati genjotan itu dengan merem melek keenakan, terkadang matanya hanya terlihat memutih merasakan genjotan dan putaran terasa dijepit lebih ketat dalam memeknya itu.“oooouugghh .. mmmmhhhhh ..enaaaaaaaaaaaaaaak .. nikmaaaaaaaaaaaaat .. ayooo sayaaang .. hajar Tante Minaaaatii … kau minat sama Tante Minati … ooouuuuuuuuuh ssssssssssssssh ssssssssh “ ucap Tante Ijah tak karuan, Tante Ijah bergerak naik turun kemudian dengan sedikit cepat, bukit kembarnya aku pegang dan kuremas remas membuat Tante Ijah menggelinjang penuh keenakan itu, kepalanya sampai menggeleng geleng, didongakan dengan terus menggenjotku naik turun.“Tanteee aaaaaaaaaaaaaah Tanteeee Miiiinaaati benaaar benaaar enaaaaaaaaaak … ayoo tanteee .. aku pengin Tanteee Minati di ataskuu … “ ajakku dengan menarik dadanya yang kupeluk dan kemudian Tante Ijah merebah, punggungnya menempel ke ikut bergerak seiring gerakan Tante Ijah yang menggenjotku maju mundur itu, kontolku benar benar tak karuan nikmatnya.“Haaan sayaaang .. tanteee nggak kuaaat aaaah . gimaaaaaaanaaa ?” tanya Tante Ijah dengan wajah penuh keringat dan mulai kedodoran.“Maasih laaaamaa .. aaayoo genjot teruuus .. Tante Minati benaar benaaar hot bangeeet ..aaaaaaaaaaaaauh ..aaah memeek tanteee ..benaar benaar sempit … hhhhh “ dengusku dengan memeluk Tante Ijah dengan erat sambil meremas kedua bukit kembarnya bersilangan, kuremas kuat kedua bukit kembar, susunya yang kenyal berbeda dengan milik adiknya, Chintami terus berpacu dengan tubuh penuh keringat, Tante Ijah menempelkan kepalanya di samping kanan kepalaku dan kuciumi pipinya, matanya terpejam, gerakan maju mundur dilakukan dengan cepat karena tidak tahan, tubuhnya bak cacing kepanasan mulai menyempit, nafas Tante Ijah memburu tak karuan, buah dadanya yang kuremas remas terus merupakan area paling sensitif milik Tante Ijah ini.“Fuuuuuuuuuck .. fuuuuuuuuuuuuuck “ maki Tante Ijah dengan mata yang merem melek kemudian, genjotan demi genjotan kami yang berlawanan menambah indahnya persetubuhan kami ini, kontolku lancar sekali masuk keluar di memek Tante Ijah yang basah tak karuan itu, bunyi gesekan kontolku dengan memek Tante Ijah membuat kami semakin tenggelam dalam lautan demi menit kami terus berpacu, jeritan, lenguhan, rintihan, serta erangan kami bersahutan, tangan kiri Tante Ijah mengelus elus bagian atas memeknya yang kadang menggelembung kadang mengempes seiring kontolku keluar masuk itu.“Sayaaang .. tanteeeeeeeeeee aaaaah nnngaaak kuaaaaaaaaaaaaat .. kapaaan kamu bisa menghamili Tante Minaaati sayaaang .. ayo keluarkan isi kontolmuu .. baaaaaaaaah .. KOOOOOOOOOOONTOOL …aaaaaaaaaaaah “ erang Tante Ijah dengan berteriak sangat vulgarnya tetap berusaha bertahan sekuatku jangan sampai muncrat, kulihat wajah Tante Ijah yang menggigit bibirnya kuat tidak tahan memeknya dihajar kontolku itu“Aaaaaaaaaaaah aaaaaaaaauh oooouugh .. sayaaang …my baby .. you must make me pregnant ..” ucap Tante Ijah dengan mata terpejam sangat erat tidak tahan kontolku masuk dan keluar menggesek dinding memeknya, ujung kontolku sampai mentok menabrak tembok pembatas memek Tante Ijah. Tante Ijah sudah tidak kuat,tubuhnya menggeliat tak karuan, badannya mulai gemetar hebat, kakinya yang mengangkang itu dirapatkan membuat kontolku semakin terjepit, genjotan demi genjotan itu akhirnya membuat Tante Ijah kembali mendapatkan orgasme, memeknya menyempit dengan hebat, dadanya naik ke atas dan kuremas dengan kuat, badannnya kemudian menegang kaku, kepalanya menekan kuat di samping ke kepalaku“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah “ erang Tante Ijah panjang dengan nafas hancur. Tubuhnya kemudian jatuh di atasku dan berkelonjotan, dari memeknya mengucur cairan orgasme lagi membasahi tubuh lemas bak tanpa tulang itu, nafasnya sangat berantakan, kudiamkan dengan mengelus elus perut, dada, kemudian kucium pipinya,wanita yang sudah berumur ini masih tetap saja cantik. Lama Tante Ijah tak bangun sehingga aku langsung meremas buah dadanya dengan keras membuat Tante Ijah terbangun“Aaaaaaaaaaaaaaauh saaayaaang .. Tantee Minaaati kalaaaah .. kalaaah sayaang .. ayo deeh…sekali lagi .. sirami memek Tante Minati dengan air manimu .. katanya mau menghamili .. jangan sungkan sungkan yaaa .. kucurin sperma di dalam memek Tante Minatii “ ajak Tante Ijah tak sabaran lagi, badanya sudah sangat capek, umurnya yang tua tidak bisa menyembunyikan kelemahannya, namun hanya birahinya saja yang tidak bisa dipadamkan.

MbakSum melenguh dan menggeliat lagi sambil meremasi kepalaku. Nampak dia berada dalam kenikmatan. Beberapa menit kemudian, aku memutar posisi tubuhku sampai batang zakarku tepat di mulutnya sementara lidahku tetap beroperasi di vulvanya. Dengan agak canggung-canggung dia mulai menjilati, mengulum dan menghisapnya. Terus terang, semuanya terjadi secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku membeli buku tentang indera ke-enam atau “bawah sadar”, tadinya sekedar iseng waktu berada di suatu toko buku. Inti buku itu mengajarkan begini. Kalau kita menginginkan sesuatu maka kita harus mencoba menvisualisasikannya.. Suatu saat apa yang kita visualisasikan itu akan terjadi, akan terlaksana. Mimpi? Bukan. Sebab untuk mencapai indera ke-enam seseorang justru tidak boleh tertidur, tetapi perlu menurunkan gelombang listrik di-otaknya dari gelombang beta menjadi alfa. Caranya? Gampang sekali.. Kita cukup memejamkan mata, membayangkan menuruni tangga spiral dengan minimal 10 gigi. Saat anda membayangkan ini, gelombang listrik di otak anda akan menurun frekuensinga dari 13 cycle atau lebih perdetik, menjadi 8-13 cycle per detik. Kelihatannya mudah tetapi butuh latihan, jadinya ya sukar.. He. He.. Nah di saat itulah kita memasuki bawah sadar unconsciousness Apa keinginnan saya? Lha ini yang kurang ajar. Aku ingin nangkring di tubuh Nyai Elis waktu muda panggilannya Neng Elis. Nyai Elis adalah ibu kostku. Kenapa Nyai? Pertama, kemungkinan hamil nol persen. Pada usia 48 tahun biasanya wanita sudah masuk masa menopause. Yang kedua, ditanggung bersih, sehat tak mungkin kena penyakit “kotor” seperti gonorrhoe, syphilis, HIV dsb. Yang ketiga, gratis tidak perlu bayar, karena sama-sama menikmati. Untuk wanita, bersebadan dengan orang usia lebih muda akan menambah hormon estrogen, hormon khas wanita. Kalau wanita kekurangan hormon ini akan menderita osteoporosis, yaitu tulang menjadi rapuh, mudah patah. Meskipun sudah kepala empat, tapi jangan meremehkan kecantikannya. Wajah Nyai masih terlihat ayu. Kulit kuning langsat, tubuh langsing semampai. Secara legendaris, wanita sunda sangat rajin memelihara wajah dan tubuhnya. Mandi lulur sudah seperti prosedur tetap mingguan. Membedaki wajah dengan berbagai ramuan menjadi rutinitas harian. Itu sebabnya tidak hanya wajah dan tubuhnya yang mengesankan. Bau badannya juga sedap dengan aroma lembut. Lalu kalau mau tahu seperti siapa? Seperti siapa ya..? Nah kira-kira seperti itu.. Diana Lorenza, janda beranak satu dari Heru Kusuma. udah tiga tahun aku tinggal di kost milik keluarga Padmadireja suami Nyai Elis, pensiunan wedana di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Keluarga Pak Padma-Nyai Elis ini mempunyai putera dua orang, semua sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Tinggalah Bapak–Ibu semang kostku ini dibantu seorang PRT dan seorang supir. Semua karyawan ini pulang sore. Sudah seminggu aku latihan meditasi, belum ada hasil. Tambah tiga hari lagi, meskipun hampir putus asa. Tiba-tiba.., pada hari ke sebelas.. Malam itu sudah pukul 10, pintu kamarku diketuk orang. “Mas Agus.. Mas Agus” “Ya.. Nyai” “Tolong kerokin ibu sebentar ya..” Pucuk dicinta, ulam tiba, burung dahaga, apem menganga.., hatiku berjingkrak bukan main. “Sebentar Bu, saya ganti pakaian dulu” Kamar-kamar yang dipakai kost letaknya di belakang rumah utama, dipisahkan oleh satu kebun kecil. Ada enam kamar, membentuk huruf U mengelilingi kebun. Masing-masing kamar berpenghuni satu orang. Kebetulan waktu itu masa liburan, namun karena aku harus mengejar “deadline” penyelesaian skripsi, terpaksa aku tidak dapat mudik. Hiya khan, masak sudah jadi mahasiswa PTN terkenal seantero dunia rela di-DO. Singkat cerita aku sudah duduk di tepi tempat tidur di kamar Nyai. Duduk dengan bersimpuh, ya.. seperti “pengerok” professional itu. Badan Nyai dalam posisi tengkurap di depan saya. Punggungnya yang putih, mulus tanpa penutup apapun. Hanya tali BH sudah dilepas, tetapi buah dadanya masih sedikit terlihat, tergencet di bawahnya.. Leher Nyai terlihat jenjang, putih, dengan rambut yang panjang sampai ke pinggang, disibakkan ke samping. Punggung ke bawah ada sejenis kain sarung yang diikatkan sekenanya secara longgar. Ke bawah, kain itu hanya menutupi sampai lipatan lutut. Di bawahnya betis yang halus, kencang. Wajah Nyai menghadap ke samping di mana saya duduk. Sesekali meraba lutut saya, entah apa maksudnya. Pemandangan ini mampu dan makin mengeraskan burungku yang sejak dari kamar tidurku mulai melongok, eh.. bangun menggeliat Jawa ngaceng. Dalam waktu 15 menit seluruh punggung Nyai sudah aku keroki. Suasana sekitar kamar hening, hanya degub jantungku yang makin mengeras. Burungku, pelan tapi pasti makin menegang juga. Aku diam, Nyai juga demikian. Mau ngomong apa aku? Bicara tentang Pak Padma..? Ah sama aja bicara tentang kompetitor. Toh malam ini aku yang akan menjadi “Mas Padma”, akan menumbuk padi di lumbung Nyai. Mau ngomong anak-anak Nyai? Yang akan ditengok Pak Padma yang sore tadi berangkat? Ngapain toh sebentar lagi aku akan menganggap Nyai ini ibarat pacarku. “Pinggangnya juga ya Mas..” “Ya.. Ya.. Bu..”, jawabku seperti terbangun dari lamunan berahi. Aku tarik kain yang menutupi pinggang Nyai. Ya ampun.. Rupanya Nyai sudah melepas celana dalamnya. Kini di depan mataku ada pemandangan yang.. Waduh.. Ada gambaran parit sempit di tengah tulang pinggang memanjang ke bawah.. Terus.. Ke bawah, berujung di satu celah sempit di antara dua bukit pantat yang putih padat.. Menggemaskan.. Aku bayangkan.. Apa yang ada di depan pantat itu.. Tiba-tiba Nyai membalikkan badannya.. “Depan ya Mas..” Dengan mata terbelalak kaget, kini aku melihat pemandangan yang luar biasa, yang belum pernah kulihat selama 24 tahun berada di kolong langit. Seorang wanita dengan kulit langsat telanjang bulat, dengan lingkaran perut pinggang ramping, buah dada masih lumayan besar, meskipun sudah rebah ke samping. Di tengan buah dada yang ber “pola” tempurung, terlihat puting besar warna hitam dikelilingi area hitam kecoklatan.. Di bawah pusar ada rambut yang mula-mula jarang tetapi semakin ke bawah semakin lebat, sepeti gambaran menara “Eiffel” dengan ujung runcingnya menuju pusar.. Di pangkal tumbuhnya rambut terdapat gundukan vagina yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh rambut, bak gambaran hutan kecil.. Ampun mana tahan.. Mau pecah rasanya penisku menahan tekanan akumulasi cairan di pembuluh darah penisku. “Nyai Aku nggak tahan lihat begini..?” “Maksudnya, Mas Agus sudah capai..?” “Enggak Nyai.. Burung saya sudah.. Nggak bisa.. Nggak bisa.. Saya nggak tahan lagi..!” “Lho, kok baru bilang sekarang.. Ayo naik..”, sambil berkata demikian tangan kanannya melambai, mempersilakanku menaiki perutnya.. Seperti kucing kelaparan, aku segera mengangkangi perut Nyai, aku mau mencium pipinya, lehernya, mau melumat bibirnya. Tetapi gerakanku membungkuk terganjal burungku yang keras dan sakit waktu tertekuk. Malah ketika kupaksakan dan terus tertindih perutku, pertahanan katupnya jebol. Karena tiba-tiba.., crut.. crut.. crut.. Dari burungku tersembur, memancar air mani, yang disertai rasa nikmat. Ejakulasi!! Semburan air maniku mengenai dada Nyai, leher dan perutnya. Setelah menyembur, burungku sedikit kendur, aku peluk leher Nyai, aku kulum dengan berapi-api bibirnya. Rupanya Nyai merespons dengan penuh gairah juga. Aku gigit dengan lembut bibirnya, sesekali aku sedot lidahnya. Lima menit lamanya, baru aku tersadar. “Maaf Nyai, air mani saya tadi..” “Ah, nggak apa-apa, itu tandanya Mas Agus masih “jejaka ting-ting”, nanti sebentar juga bangun lagi.”, sambil berkata demikian, Nyai mencium lagi bibirku. Tentu saja aku membalasnya dengan lebih bernafsu. Kecuali bibirku melumat bibir Nyai, tanganku juga meraba buah dada Nyai. Memang sudah tidak gempal, tapi masih “berisi” 80 persen. Kedua tanganku masing-masing meraba, memeras-meras, memilin-milin puting Nyai. Kadang saking gemasnya cengkeraman tanganku ke buah dadanya agak keras, menyebabkan Nyai meringis menggeliat. Begitu juga bila puting Nyai aku pilin agak kuat, nyai bereaksi.. “Enak, enak.. Tapi sakit Mas.. Jangan keras-keras.. Yang maksudnya Sayang..” Tanpa terasa saat aku menggulati tubuh Nyai, mendekami dada, perut, menekan vagina Nyai dengan penisku, terasa burungku mulai menggeliat lagi. Makin lama makin keras. “Nyai.. Burung saya.. Nyai mau.. Lagi..?” “Nah, apa khan.. saya bilang, ayo.. lagi, tapi ntar.. Yang, aku bersihkan badanku dulu ya.. ya..” Nyai masuk ke kamar mandi dalam di ruang tidur. Keluar dari kamar rambutnya terlihat sedikit basah, sebagian terjurai di lengan. Ya.. Tuhan.. Cantik sekali dewi ini.. Baca Juga Perselingkuhan Ku Dengan Tante Yang Kesepian Bagian Dua Aku pun juga masuk juga ke kamar mandi, membersihkan bagian badan yang terkena air mani. Keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat, terlihat burungku tegak, keras mendongak ke atas membentuk sudut 45 derajat dengan garis horizontal. Batangnya besar, warna kehitaman dengan tonjolan pembuluh darah membujur, sebagian melintang. Seperti tongkat ukiran. Ujungnya, gland penis, besar, kemerahan, membentuk topi baja yang mengkilat. Antara gland penis dan batang terlihat leher penis yang dangkal. Rasanya aku mau berkelahi dengan membawa senjata golok. Waktu Nyai melihat aku dan memperhatikan penisku.. “Hei.. Gede buanget.. Hebat buanget.. Pasti nikmat buanget..” Aku menyahuti tiruan iklan itu, dengan meletakkan ibu jari tangan kananku di depan bibirku.. “Sssstt..” Tentu saja Nyai senyum atas jawaban spontanku. Langsung akau naiki perut Nyai. Dengan lutut menahan badan, aku sedikit menunduk, memegang penisku. Segera kumasukkan ke liang vagina Nyai. Aku takut kalau nanti terlambat masuk ke vagina, maninya tersembur lagi keluar. Nyai maklum juga kelihatannya. Kupegang penisku, kepalanya kuhadapkan di depan vagina Nyai, lalu kudorong masuk. Bless.. Lega sekali rasanya. Kalau nanti muncrat, ada di dalam liang vagina Nyai.. Lalu aku rebahkan tubuhku ke depan dengan bertumpu pada kedua sikuku. Bertemulah dadaku dengan buah dada Nyai, bibirku dengan bibir Nyai. Kedua tanganku memegang pipi Nyai, Nyai kucium mesra, lalu kucucuk-cucukkan bibirku pada bibirnya, eh.. menirukan burung yang bercumbu. Sesekali tanganku meremas buah dadanya, memilin putingnya, terkadang mulutku turun ke bawah, menghisap puting buah dada Nyai, bergantian kanan dan kiri Akan halnya penisku waktu kumasukkan ke liang vaginanya, rasanya memasuki ruang kosong, berongga. Tetapi setelah itu rasanya ada kantong yang menyelimuti. Permukaan kantong itu bergerigi melintang, pelan-pelan kantong itu “meremas “penisku. Tak ingin cepat berejakulasi maka kutarik penisku, kantong vagina itu tidak “mengejar”nya. Kumasukkan lagi seperti tadi, terasa masuk ruang kosong, sebentar liang vagina mulai meremas, kutarik lagi. Begitu beberapa kali. Terkadang penisku agak lama kutarik keluar, sampai tinggal “topi bajanya” yang ada di antara labia mayora’-nya. Terus begini Nyai mencubitku.. “Masukkan lagi Yang..” Gerakkan in-out ini makin cepat, “pengejaran” penis oleh sekapan kantong vagina juga makin cepat. Di samping itu di pintu masuk, bibir luar labia mayora dan bibir dalam labia minora juga ikut “mencegat” penisku. Makin cepat aku keluar-masukkan penisku, Nyai terlihat makin menikmati, demikian juga aku sendiri. Ibarat mendaki gunung hampir tiba di puncaknya. Kecepatan penisku memompa vaginanya semakin bertambah cepat, denyut nadiku semakin bertambah, nafas juga semakin cepat. Terlihat juga wajah Nyai semakin tegang menanti puncak orgasme, nafasnya terlihat juga semakin kencang. Cairan di liang vagina Nyai juga terasa semakin banyak, ibarat oli untuk melicinkan gesekan penisku. Peluhku mulai menetes, jatuh bercampur peluh Nyai yang tercium sedap dan wangi. Makin cepat, makin tinggi.., tiba-tiba penisku terasa disekap rongga vaginanya dengan kuat.. Kuat sekali dengan denyutan yang cepat tetapi dengan amplitudo yang rendah. Orgasme! Nyai mencapai orgasme. Di saat itu lengan Nyai memeluk leherku kuat sekali, sedang tungkainya memeluk pantatku dengan kencang. “Aihh..”, terdengar desah kepuasan keluar dari bibir Nyai. Beberapa menit kemudian lubang penisku terasa jebol, cairan menyemprot keluar entah berapa cc. Nikmat.., nikmat sekali.. Nikmat luar biasa. Orgasme Nyai terjadi lebih dulu dari ejakulasiku. Kalau saja Nyai masih bisa hamil, kata dokter anak yang lahir nanti adalah pria. Saya masih tetap memeluk Nyai sambil mengendurkan nafas. Pelan-pelan penisku mulai mengendur, mengkerut. Tapi rupanya Nyai merespons. Paha dan tungkainya diselonjorkan diluruskan. Maksudnya memberi jalan agar penisku keluar. “Terima kasih Yang, terima kasih Mas Agus.. Mas hebat sekali..”, bisiknya. “Kau cantik sekali Nyai, secantik bidadari..”, balasku Badanku kurebahkan di samping badan Nyai, memeluk Nyai yang tidur telentang. Kami tidur dalam keadaan telanjang, hanya ditutupi selimut. TAMAT RAMALAN MIMPI Post Views 17,736 TKZMOkH.
  • pwy3qrwsik.pages.dev/337
  • pwy3qrwsik.pages.dev/77
  • pwy3qrwsik.pages.dev/32
  • pwy3qrwsik.pages.dev/397
  • pwy3qrwsik.pages.dev/225
  • pwy3qrwsik.pages.dev/30
  • pwy3qrwsik.pages.dev/306
  • pwy3qrwsik.pages.dev/219
  • pwy3qrwsik.pages.dev/306
  • cerita mesum wanita setengah baya